Blogger news

You are reading eza's blog

2010

Mengenang kembali...

Membaca beberapa postingan asty tentang merapi, membawa aku kembali pada pengalaman traveling ke yogya akhir tahun lalu. Akhir tahun lalu, Yogya sangat ceria, sesekali turun hujan untuk menyejukkan hari yang bagi traveler seperti aku lumayan panas. Aku ingat betapa macetnya malioboro saat itu karena begitu banyaknya siswa dari luar yogya melakukan study tour ke sana. Aku ingat semua tempat yang aku kunjungi di Yogya, di mulai dari jalan-jalan di Yogya yang penuh dengan karya seni,   kawasan sekitar keraton Yogya, kemudian mampir ke Kota Gede untuk melihat pengrajin perak beraksi, melihat Candi prambanan yang cantik,  menyusuri kawasan kasongan yang dipenuhi kerajinan tradisional seperti gerabah, hingga Candi Borobudur yang luar biasa itu. Saking Semangatnya ke Borobudur, sekitar pukul 7 atau 8 pagi aku sudah berada di puncak Borobudur bersama beberapa orang lainnya yang juga sama semangatnya denganku. Ketika hari mulai terik, aku mulai keluar dari kompleks Borobudur sementara orang-orang yang baru datang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Saat itu Borobudur semarak,  penjual pernak-pernik bersemangat, dan alam bersahabat.

Baca selengkapnya »

FLASHPACKER : SENI TRAVELING ABAD 21

Sebagai seorang pekerja yang hobi jalan-jalan, sering kali masalah waktu menjadi kendala bagi keinginan untuk traveling. Bayangkan jika kita adalah tenaga kerja reguler  dengan jadwal kerja tetap senin sampai jumat dan jatah cuti cuma 12 hari per tahun bahkan kadang masih dipotong untuk cuti bersama, sehingga kita benar-benar cuma punya waktu sedikit untuk merealisasikan rencana traveling kita. Beberapa dari kita memang punya ekstra jalan keluar dengan menambah jatah cuti dengan konsekuensi potong gaji, atau kadang mendoktrin diri sendiri dengan istilah "Kerja belakangan yang penting jalan-jalan", dan berakibat keluarnya surat peringatan 1-3, tetapi bagi mereka yang bekerja demi hajat hidup orang banyak, mereka yang belum punya plan B untuk antisipasi jika di depak dari kerjaan karena terlalu sering mengajukan cuti, maka doktrin "kerja belakangan yang penting jalan-jalan" dan ekstra cuti tidak berlaku.

Baca selengkapnya »

Father

No matter what, he's always besides us...









ALIVE

Alive, 16 Orang - 72 Hari di Neraka SaljuAlive, 16 Orang - 72 Hari di Neraka Salju by Piers Paul Read
My rating: 4 of 5 stars

Alive, Menceritakan pengalaman enam belas orang yang selamat dari kecelakaan pesawat di pegunungan Andes yang sejauh mata memandang hanya terdapat salju, salju dan salju. Tidak ada tanaman yang tumbuh atau binatang yang dapat diburu untuk bertahan hidup.

Oktober 1972, Pesawat angakatan udara Uruguay terbang membawa tim Pemain Rugbi, sehingga hampir seluruh penumpang pesawat itu saling kenal satu sama lain, mengalami kecelakaan di pegunungan Andes. Mereka yang selamat memanfaatkan sisa-sisa makanan dalam badan pesawat untuk bertahan hidup. Ketika makanan mereka habis sedangkan bantuan belum kunjung tiba, mereka diharuskan untuk mengambil keputusan tersulit yang mungkin harus mereka hadapi seumur hidup mereka, yaitu memakan daging penumpang yang telah meninggal dunia, yang tidak lain merupakan teman mereka sendiri.

Baca selengkapnya »

UNLIMITED tetapi LIMITED

Senangnya bukan main ketika modem pesananku datang. Mengingat empat bulan aku bolos nge-blog karena lenyapnya akses internet di rumah. Setelah beberapa kali gagal dalam menginstall modem dengan kartu GSM, akhirnya aku berhasil masuk ke dunia maya dengan menggunakan salah satu jasa operator berbekal paket unlimited.

Unlimited. Begitu katanya!. Tetapi kemudian kudapati bahwa paket yang ku beli unlimited tetapi dibatasi quota dengan kapasitas tertentu yang artinya setelah melebihi batas kuota yang ada maka speed internet menurun drastis, yang dapat membuat kesal, hilangnya kesabaran yang berujung pada di non aktifkannya modem baru yang umurnya baru beberapa hari itu. Aku tidak mengerti mengapa paket internet dengan batas atau kuota sedemikian rupa perlu sekali diberi istiliah unlimited.

Unlimited, aaihh... ku rasa penyelenggara broadband internet perlu diberi tahu lagi apa arti unlimited dalam bahasa Indonesia.

Biarkan Aku Berdiri Sendirian

Biarkan Aku Berdiri SendirianBiarkan Aku Berdiri Sendirian by Rachel Corrie
My rating: 3 of 5 stars


Salah satu kapal yang akan mengirim bantuan ke Gaza itu bernama "Rachel Corrie" tadinya aku pikir Rachel Corrie adalah si pemilik kapal, aku pikir ia orang kaya narsis yang ingin memberitahukan kepada dunia bahwa ia pemilik kapal. Tetapi aku salah, alih-alih nama seorang jutawan, Rachel Corrie ternyata aktivis kemanusiaan yang tewas di Gaza palestina karena terlindas buldozer saat mencegah buldozer milik Israel menghancurkan rumah penduduk Gaza.

Hal menarik dari buku ini adalah memahami pola pikir seseorang yang memilih jalan hidup yang tidak biasa, terutama bagi seorang amerika seperti Rahel Corrie. Hal lainnya adalah bagaimana seorang Amerika bisa memiliki sudut pandang yang begitu berbeda tentang konflik palestina dari kebanyakan warga amerika dan pemerintahnya yang turut andil dalam konflik ini.

Baca selengkapnya »

Belajar Ikhlas

Aku menunggu datangnya wanita berkerudung itu. Sudah sebulan ia tidak mengunjungi aku. Aku rindu padanya.  Aku  ingin lebih mendengar ia bercerita tentang hidupnya yang tidak mudah. Meski begitu, sekalipun aku tidak pernah mendengar ia bertanya pada Tuhan mengapa, Ia tidak pernah mengeluhkan hidupnya yang susah, tidak pernah bersedih karena tidak bisa melakukan apa yang ingin ia lakukan, aku hanya melihat ia melakukan apa saja yang bisa ia lakukan. Aku tidak tahu apa yang ia mau, tetapi ia selalu tahu apa yang orang lain butuh.

Ia adalah pengajar terbaik untuk aku, ia jarang berbicara, ia hanya sering berbuat. Ia tidak pernah berkhotbah di telingaku yang sudah bosan mendengar ceramah tanpa bukti nyata, ia hanya melakukannya. Malam ini aku duduk diteras rumahku, menunggu ia datang, menunggu sang guru datang, menunggu wajah yang selalu tenang, menunggu hati yang selalu ikhlas.


I Just Need Your Best Effort

Perhelatan Piala Uber baru saja berakhir. Korea membungkam kepongahan China, terutama pelatih Li Yongbo yang sesumbar tentang juara Uber Cup akan jatuh ke tangan China lagi Di atas kertas Seharusnya Tim China memang akan menang menilik pada prestasi individu serta peringkat atlet bulutangkisnya yang mengisi lima besar dunia. Tetapi mungkin emang dasar tidak rejeki Pemain Korea merontokan China dengan skor 3-1.

Melihat pertandingan sore tadi, hanya ada satu jawaban atas kunci keberhasilan Tim Korea, yaitu mereka gigih berjuang, persetan dengan lawannya yang nomor satu dunia, masa bodo dengan peringkatnya sendiri yang jauh diurutan 16, lawan ya lawan, yang penting berusaha, hasilnya kita lihat saja nanti.

Menanti pertandingan Final Thomas Cup besok hari anatara Indonesia melawan China, aku sangat berharap, para pahlawan olahraga ini bersedia melakukan yang terbaik yang mereka bisa untuk membawa pulang trofi bergengsi ini.

Ini tentang Standard Kejujuran Kita

21.30, kereta ekonomi AC jurusan Kota - Bogor pergi begitu saja meninggalkan aku dan kawanku yang sudah pontang-panting mengejarnya. Itu berarti kami harus menunggu hingga 22.20 untuk kereta terakhir jurusan Bogor, yang artinya kami masih punya waktu hampir satu jam untuk ngobrol ngalor ngidul demi membunuh waktu.

Hari itu, 27 Maret 2010, aku dan kawanku mengikuti acara 60 Earth Hour yang diadakan WWF di monas. Rencanya kami akan berkumpul dengan anggota Backpacker Murah lainnya di Monas, tetapi sayang, setelah menunggu di pintu gerbang patung kuda, kami tidak juga menemukan keberadaan anggota BM, tetapi tidak mengurangi antusias kami dalam mengikuti Earth Hour, kami tetap setia menunggu pukul 20.30 dimana saat itu secara serentak pusat kota akan mematikan lampu selama satu jam kemudian untuk menghemat energi. Tepat pukul 21.00 kami segera meninggalkan monas untuk pulang ke Bogor. pukul 21.30 kami tiba di Stasiun Kota (Stasiun Kota selalu menjadi meeting point kami kalau bepergian, bahkan mau ke Senayan pun harus lewat stasiun Kota). Dan disinilah pembicaraan kami dimulai.

Kami adalah dua orang pekerja yang tergagap-gagap menghadapi kenyataan di dunia tempat kami bekerja. Kami mulai masuk dunia kerja ini dengan polosnya. Menuruti perintah atasan, atau perintah senior tanpa memikirkan hal lainnya. Pengetahuan kami tentang dunia sekitar begitu minim, hingga kami yakin tempat ini bukan tempat yang layak untuk di korupsi atau dimanipulasi. Tetapi itu dulu, beberapa tahun silam, ketika kami masih menjadi pekerja lugu. sekarang, kami sudah lebih memahami apa yang terjadi disini. Segala kebusukan yang ada mulai tercium, dan kami jengah menghadapi semuanya, tetapi juga tidka berdaya melawan lingkungan yang sudah demikian rusak, bahkan mungkin sekarang kamilah pelakunya.

Pembicaraan ini membuat aku termenung, pikiranku kembali ke masa beberapa tahun silam ketika aku masih pendatang baru, rasanya aku memiliki standard yang tegas tentang kejujuran, orang tuaku bisa jadi merupakan korban ketidakjujuran beberapa pihak yang berusaha mencurangi golongan bawah, dengan menciptakan seribu kabar untuk membenarkan kecurangan mereka, dan saat itu, aku tahu betul bahwa itu salah, itu tidak benar, dan aku berjanji tidak akan terjadi padaku.

Tetapi sepertinya merealisasikan janji tidak semudah ketika mengikrarkannya. Lambat laun standard kejujuran makin pudar. aku makin sulit membedakan mana yang benar, wajar, atau aku sudah terjun ke jurang kebohongan. Budaya manipulasi, lingkungan yang serba kompak dalam kebusukan, terlebih lagi sulitnya jujur seorang diri, membuat standard kejujuran ini mulai melebar, mulai pudar, dan sulit dikenali.

Mungkin saja, inilah kegalauan yang dulu dialami pemuda McCandless sehingga ia memilih mengasingkan diri dalam arti yang sebenarnya karena muak dengan kemunafikan lingkungannya. McCandless jelas memilih melindungi prinsipnya dari kotoran yang dapat menodai prinsipnya sewaktu-waktu.

Mendapati dirku sekarang, terkadang aku ingin tahu apakah kelak aku bisa mengatakan "Lebih Baik Diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan" seperti dulu pernah dikatakan Gie.


INTO THE WILD

Into The Wild: Kisah Tragis Sang Petualang Muda Into The Wild: Kisah Tragis Sang Petualang Muda by Jon Krakauer


My rating: 3 of 5 stars
pertama kali mendengar cerita tentang Chris McCandless dari note seorang kawan di facebook,yang baru saja traveling ke Asia Tenggara, dari sana temanku itu bertemu dengan beberapa backpacker mancanegara yang akhirnya keluarlah cerita mengenai pemuda 20 tahunan yang memutuskan meninggalkan kehidupan mapannya untuk ke Alaska, hingga ia akhirnya tewas di sana. Penasaran dengan cerita lengapnya, aku mulai berburu Into The Wild. Berbagai toko buku dari yang paling canggih sampai yang berjejer sepanjang rel kereta api di kawasan UI ku sambangi demi mendapatkan buku ini. Tetapi justru akhirnya aku dapatkan dari situs www.kutukutubuku.com

Karakter dan pola pikir Chris McCandless lah yang membuat aku bersedia berjibaku mencari buku ini, aku sangat ingin tahu apa yang ada dalam pikiran seorang lulusan universitas dengan nilai yang sangat baik, hingga ia lebih memilih meninggalkan keluarga dan harta yang dimilkinya demi petulangan solo ke alam liar Alaska. Tetapi sayang menurutku, Jon Krakauer selaku penulis buku terlalu berusaha memberikan sudut pandang yang lain terhadap orang-orang seperti Chris yang menikmati petualangan ke alam liar, Aku bahkan terganggu dengan dua bab yang khusus menceritakan perjalanan pendakian Jon sendiri, yang mungkin saja maksudnya untuk membantu pembaca memahami pola pikir Chris, tetapi hal itu justru merusak eksplorasiku terhadap karakter Chris.

Untuk buku dengan jenis yang sama (true story), aku lebih menikmati Alive yang diceritakan secara apik oleh Piers Paul Read. Meskipun Into The Wild dan Alive sama-sama memiliki kontroversi dalam kisahnya, namun Piers Paul Read tidak terjebak opini pribadi terhadap kasus Alive.

View all my reviews >>

My Name Is Khan

Sudah sering aku katakan, aku orang yang sangat selektif dalam menonton film di Bioskop. Jika ceritanya biasa, murahan, picisan, terlebih nggak ada pesan kuat yang bisa aku ambil seperti film horor vulgar, yang sekarang kembali menyambangi dunia perfilman Indonesia, lebih baik tidak. My Name is Khan mungkin film yang membuat aku penasaran beberapa minggu ini, setelah aku membaca beritanya di sebuah situs, yang menyebutkan film ini menarik perhatian publik eropa. aaiihhh... film India macam apa yang bisa membuat orang-orang Eropa sana berdecak kagum?.

Film ini menceritakan perjuangan sebuah keluarga muslim di Amerika untuk bertahan pasca peristiwa 11 september, dimana setelah kejadian itu, tingkat rasial abuse meningkat di Amerika. Mulanya dampak dari serangan teroris ini menggerogoti keuangan keluarga Khan, dimana salon kecantikan mereka bangkrut akibat kehilangan pelanggan. Tadinya aku pikir konflik keluarga ini berkisar tentang perekonomian mereka yang mulai menurun, kenyataanya tidak, mereka masih bisa bahu-membahu menghadapi "paceklik" ini. Puncak film ini adalah ketika Mandira (Kajol) kehilangan anaknya Sameer akibat perkelahian yang bersifat rasis, karena semenjak Mandira menikah dengan Rizvan Khan (Sah Rukh Khan) yang Muslim berdarah India, baik Sameer maupun Mandira mengganti nama belakang mereka dengan nama "khan" yang identik dengan nama seorang muslim, walaupun pada kenyataannya Mandira tetap seorang Hindu. Merasa bahwa kematian anaknya berhubungan dengan status ayah tirinya yang beragama islam inilah, yang membuat Mandira ingin agar Rizvan, mengatakan pada seluruh rakyat Amerika terlebih pemimpinnya, bahwa ia bukanlah seorang teroris, dan Sameer bukanlah anak seorang teroris.

Menurutku film ini lebih menyerupai tamparan keras bagi warga dan Pemerintah Amerika yang berkoar-koar tentang demokrasi, padahal pasca kejadian 11 september, ilmu demokrasi mereka pastilah terjun bebas ke titik hampir nol. Mereka harus lebih giat belajar dan harus lebih sering bepergian untuk melihat cakrawala yang lebih luas, dan agar mereka lebih melihat segala sesuatu dengan objektif.

Tetapi, ada beberapa hal menarik yang menjadi perhatianku selama pemutaran film ini, selama perjalanannya untuk menemui presiden, Rizvan Khan memanggul backpacknya, yang menurutku selalu terlihat kosong, padahal yang ada dibayanganku ia memnggul backpack yang menggelembung persis seperti kaum backpacker beneran. tetapi backpack Rizvan terlihat kempes, membuat aku berpikir mungkin yang ia bawa hanya buku harianya, tetapi kemudian aku berpikir lagi, kalau cuma bawa buku harian, kenapa harus bawa backpack segala 9tetapi jangan khawatir, masalah backpack ini tidak akan mengurngi keindahan film). Hal menarik lainnya adalah, dalam film ini setting waktunya adalah saat Amerika masih dipimpin Presidennya yang berkulit putih, dan pada akhir film diceritakan bahwa Amerika memulai pemilihan presiden baru, yang pada akhirnya di menangi seorang Afro Amerika, lalu apa yang menarik? yaitu kesan yang ditonjolkan sangat bertolak belakang mengenai karkater kedua Pemimpin ini, dimana presiden yang berkulit putih digambarkan sebagai karakter yang tidak peduli pada rakyatnya sendiri. sedangkan yang Afro Amerika diberi karakter penuh kepedulian pada rakyatnya, yang ditunagkan dalam kejadian banjir di salah satu kota di Amerika, membuat aku berpikir apakah penokohan seperti ini adalah memnag imej yang ditangkap para pembuat film. Dan ngomong-ngomong mengenai presiden yang berkulit hitam, seharusnya Karan Johar si Sutradara mengumumkan Audisi ke penjuru dunia, karena di sini, di Indonesia, ada tokoh yang lebih mirip Presiden berkulit berwarna pertama di Amerika itu daripada tokoh yang bermain di film.

Film ini lumayan panjang, berdurasi hampir 3 jam, tetapi jangan khawatir, aku sama sekali tidak mengalami bosan selama menonton aksi Shah Rukh Khan dan Kajol dalam film ini, semua adegan berlangsung apik. Ceritanya fokus, kuat dan tidak seperti film india lainnya yang mudah ditebak.


New Idea For my another blog

sebelum keliling dunia, blogku www.eza-f.blogspot.com lahir lebih dulu. Awalnya aku memang berniat untuk punya 2 blog, dimana keliling dunia khusus untuk traveling, dan blog eza-f adalah untuk mendeskripsikan pikiran-pikiranku, karena itu judulnya screen of my mind. Tetapi sayang, seiring berjalannya waktu, blog screen of My Mind justru aku anak tirikan, sekaligus menjadikan keliling dunia sebagai blog yang keluar dari protap yang sudah di putuskan sebelumnya, sehingga saat ini judul blog dan beberapa isinya terasa ada yang nggak match. tetapi ya sudah lah... nasi sudah keburu gosong. Maka aku biarkan si keliling dunia ngelantur kemana-mana, sedangkan Screen of My mind semakin terbengkalai tidak terurus.

Beberapa hari ini, aku memikirkan novel yang pernah aku ikutkan dalam lomba, novel yang nggak pernah menang itu pada akhirnya cuma memenuhi folder PC-ku, menunggu untuk diserang virus jahat, atau menunggu di depak adikku karena ia butuh memori besar untuk Tugas Akhirnya.

Blog yang terlantar dan novel yang butuh wadah untuk di intip orang lain, memunculkan ide ini. Screen Of My Mind akan ku jadikan rumah khusus beberapa karya tulis ini. Tetapi berhubung aku menulisnya membutuhkan waktu yang panjang, dan tenaga ekstra, lebih dari pada menulis di keliling dunia, maka aku perlu waktu untuk mempelajari cara agar karyaku tidak di copy orang lain begitu saja.

Jadi, beri aku sedikit waktu untuk merenovasi rumahku di www.eza-f.blogspot.com

pphheeewwww... I have to be patient

Kadang kita perlu waktu untuk sendiri bukan...?? mem-flash back semua yang sudah kita alami, yang sudah kita raih, hingga mengevaluasi beberapa hal yang gagal kita dapatkan.


Aku ingat beberapa tahun lalu. Aku sedang giat-giatnya mempertajam kemampuan berbahasa inggris, tetapi tidak lama kemudian memutuskan ikut les bahasa jepang, bahasa jepang baru sampai level basic, sudah kepincut sama bahasa perancis, baru dapat vocab perancis sekitar 200 biji, sudah ingin belajar bahasa italia. Akhirnya sekarang, bahasa inggris gak jago, bahasa jepang cuma ingat "hai" sama "arigato" aja, bahasa perancisnya juga cuma bisa ngikutin Anggun nyanyi lagunya yang versi perancis, dan bahasa italia cuma inget kata "Donna" doang.

Itu hanya sebagian cerita, tentang bagaimana aku kerap kerepotan sendiri karena terlalu banyak mau. ingin ini dan itu padahal tangan cuma punya dua, semua serba setengah-setengah.

Berkaca pada kasus ini. Saat ini aku berusaha untuk lebih bersabar. Aku sadar betul, hingga saat ini masih banyak mimpi-mimpi yang belum aku raih, tetapi rupanya aku juga harus mulai belajar realistis, membuka mata untuk mengakui dan mengukur seberapa besar kemampuan diri sendiri . Bukannya menyerah dan mengaku kalah. Tetapi kadang kita perlu mundur sebentar, me-reload amunisi, menambah perbekalan, dan menyembuhkan luka kita untuk kemudian maju lagi. Menyelesaikan apa yang menjadi prioritas. Dan -sekali lagi- bersabar untuk hal lainnya.

-semua akan indah pada saatnya-


Malam Mingguan di Kota Tua Jakarta

Ke kota tua lagi...??? yup... ke kota tua lagi... kali ini bukan cuma melihat gedung-gedung tua yang jadi saksi sejarah atau ikut beraksi di pawai barongsai. Sabtu malam 13 maret 2010, Pemerintah DKI Jakarta, British Council, dan KADIN serta beberapa sponsor lainnya mengadakan acara bertajuk "transformasi Kota Tua menjadi Ruang kreative". Walaupun sabtu itu masih harus gawe, tapi tetap bela-belain berangkat ke Kota Tua karena penasaran sama acaranya, yang digadang-gadang akan seru. Dari berita yang aku dapat, serunya acara itu karena akan ada pentas seni berupa video mapping 3D, apa sih tuh...??? penasaran... makanya langsung cabut ke Jakarta modal 1500 perak naik kereta ekonomi... yiipiieee...

Aku baru tiba di Museum Fatahillah sekitar 18.45. Marching Band dari Mandiri Heritage Bank Mandiri sedang beratraksi. Dibelakang mereka, Museum Ftahillah yang tua berubah menjadi objek yang lebih menarik karena sentuhan video mapping. Aku baru tahu, kalau video mapping yang dimaksud adalah semacam film yang diputar, tetapi layar putih lebar sebagai displaynya digantikan oleh dinding-dinding museum fatahillah. karena dinding museum ikut menjadi bagian dari film, maka menurut yang punya gawean, dibutuhkan data mengenai ukuran Museum yang presisi, sehingga video mappingnya benar-benar hidup, sehingga timbul adegan beberapa orang membatik dinding depan museum, atau orang yang meloncati jendela-jendela museum, atau yang nggak aklah keren adegan "robohnya" museum. hmmm... bukan cuma berseni, tetapi berteknologi.


Aslinya Museum Fatahillah


Setelah di video mapping, begini jadinya...


Sebenarnya, banyak tampilan-tampilan bagus pada pemutaran video mapping. sayang kameraku kurang bisa menangkap semua tampilan tersebut, alhasil cuma ini yang aku dapat.

HORRIBLE MOMENT

Aku terpaksa menghabiskan waktu, berlama-lama untuk mencoba memahami puzzle yang belum sempurna ini. Atau berpikir keras, mencari-cari kepingan teka-teki yang belum aku temukan. Tetapi ini seperti labirin hebat yang menghabiskan energi. Dan aku kepayahan.

Mungkin sebaiknya aku menangis saja. Memberi sedikit kelegaan untuk otakku yang sudah penat. Keluar sebentar untuk mempercepat sirkulasi udara. apa saja, asal aku bisa tidur nyenyak malam ini.

Pangandaran : Traveling ke Kampung Halaman Yayan

Sekitar tahun 2008. Ssetelah sempat dihinggapi perasaan ragu-ragu untuk berangkat, akhirnya kami berlima Aku, Esa, Imran, Ayu, dan boyan berangkat ke Pangandaran. Anehnya sebelum menuju pangandaran, kami punya beberapa alternatif dan ide konyol untuk mengisi weekend saat itu, salah satunya adalah ngegembel ke bandung sambil ngamen, walau akhirnya tidak jadi dan tujuan di tetapkan ke Pangandaran, berhubung Kampung Halamaan Yayan di sana, maka kami tidak perlu ngegembel dan dapat traveling dengan layak.



Perjalanan dimulai dari Terminal Depok, Bus Budiman yang kami tumpangi berangkat sekitar jam 21.30 WIB. KAmi hanya perlu mebayar 40ribu rupiah untuk perjalanan ke Pangandaran di kelas ekonomi. Syukurnya. perjalanan lumayan lancar. Dan kami berhenti di Kali Pucang, rumah yayan, dimana ibunya sudah menyiapkan sarapan berupa ikan asin dan sambal terasi yang nikmat sedap dan mantap...

Setelah istirahat sekitar 1 jam, kami segera menuju ke Pantai Pangandaran, dengan menggunakan angkutan umum berupa elf, tetapi aku lupa berapa rupiah yang kami bayarkan untuk sampai ke Pangandaran dari Kali Pucang.

Sampai di Gerbang Pangandaran, kami mampir ke sebuah mini mart untuk membeli beberapa makanan ringan, miuman dan sunblock yang tidak pernah kami pakai. Selanjutnya kami menuju Pantai menggunakan Delman (aku juga lupa berapa biaya delman ini). Saat itu adalah beberapa bulan setelah Tsunami menerjang kawasan Pangandaran. Suasanya sepi sekali. Beberapa bangunan yang roboh akbiat Tsunami belum dibangun kembali. Tetapi itu justru menjadi keuntungan bagi kami, pasalnya harga barang-barang seperti baju khas Pangandaran, makanan, dan sewa perahu menjadi harga normal. Tidak seperti daerah wisata umumnya yang harganya bisa beberapa kali harga normal.

Dari pantai, kami ditawari oleh seorang tukang perahu untuk menyebrang sampai ke Pasir Putih, sebuah Cagar Alam dengan pantai pasir putihnya yang mantap, sekalian mengintip batu hiu yang menurutku nggak mirip hiu sama sekali. setelah tawar menawar, kami akhirnya sepakat menumpang kapal nelayan ini untuk sampai ke Pasir putih.

Sebagai kawasan Cagar Alam, wajar saja jika disana banyak binatang sejenis monyet yang hidup bebas, saking bebasnya, beberapa kali mereka mencoba mencuri bekal makanan kami, hingga beberapa kali kami harus main kucing-kucingan dengan mamalia yang satu ini. Kadang muncul binatang sejenis rusa yang cantik tetapi malu-malu, sehingga setiap kali kami mau ambil fotonya, si Rusa sudah ambil langkah seribu. Air di pasir putih snagat jernih, dan bersihnya melebihi dugaanku. Menurut pemilik perahu yang kami tumpangi, sebelum terjadi tsunami pantai ini sedikit kotor, membutaku harus bersyukur karena kami datang disaat yang tepat. Menurut penduduk setempat ada banyak gua-gua alam di kawasan cagar alam pasir putih. Tetapi karena tidka ada persiapan trekking, akhirnya kami menolak tawaran untuk ke gua alam tersebut

Dan kegembiraanpun dimulai, snorkeling, Mengubur orang dalam pasir, makan rujak di pantai dan melihat beberpa turis bule beraksi membuat hari itu terasa pendek.


Puas bermain seharian di pantai, kami segera kembali ke rumah Yayan. sayang kami tidak sempat mengunjungi Grand Canyon padahal yayan sudah merekomendasikannya. Bus executice seharga 60 ribu Jurusan Pangandaran - Kampung Rambutan membawa kami kembali ke Jakarta. Sedikit hiburan, dalam bis executive tersebut hanya ada sedikit penumpang sehingga, kami bebas, sebebeas-bebasnya mengambil kursi manapun yang kami mau...

Semangat, Riri...!!!


Riri, gadis tomboy 19 tahun itu sudah ku kenal sejak beberapa tahun silam, saat itu ia masih duduk di bangku sekolah dasar, masih suka main futsal, dan masih menjadi santri di Taman Pendidikan Alquran tempat kakakku mengajar. Seperti gadis tomboy lainnya, jalannya gagah seperti laki-laki, aku tidak pernah sekalipun melihatnya memakai pakaian agak sedikit feminin, pakaian kebesarnnya bergaya casual, dengan kaos sebagai andalannya, dan potongan rambutnya selalu pendek, Riri pernah memanjangkan rambutnya hingga sebahu ketika masuk usia ABG :D.

Aku teringat kejadian sekitar tahun 2004, saat itu Riri baru lulus SD dan mengingat ia anak yang berprestasi kami yakin Riri bisa masuk SMP negeri unggulan di kota Depok. sayangnya, saat itu adalah ketika sistem penerimaan siswa baru diubah dari berdasarkan NEM, menjadi tes internal sekolah. Dulu ketika masih berdasarkan NEM kita dengan mudah memastikan ada kecurangan atau tidak. Proses yang terjadi dengan sistem ini adalah NEM para calon siswa di daftar, jika kapasitas sekolah 400 orang maka siswa yang diterima adalah 400 orang yang memiliki NEM tertinggi. Pada akhirnya kita mengetahui berapa NEM minimal yang diterima di sekolah tersebut.

Berbeda dengan sistem penerimaan siswa dengan seleksi internal. Setelah melewati UAN, para siswa harus menempuh ujian masuk yang diselenggarakan internal sekolah. sehingga yang diterima adalah mereka yang memiliki nilai ujian masuk tertinggi. Nilai yang kita tidak bisa kontrol sama sekali.

Meskipun kami yakin Riri bisa menembus ujian masuk tersebut pada akhirnya kami mendengar Riri gagal masuk ke SMP favorit itu. Ternyata bukan hanya kami yang tidak percaya pada hasil tes tersebut, masih banyak orang tua lainnya yang meragukan kejujuran tes ini. Alasan yang dilontarkan pihak sekolah adalah mungkin saja, ketika Ujian Nasional si anak belajar dan ketika ujian masuk SMP anak tersebut tidak belajar. Alasan yang aneh mengingat siswa yang diprediksi masuk banyak yang gagal, kebetulan yang aneh kan...??. Tetapi apa daya, orang-orang seperti Riri hanya bisa pasrah pada tindak-tanduk orang-orang yang diragukan kejujurannya, gagal masuk ke SMP negeri, Riri terpaksa masuk ke SMP swasta.

Lulus SMA, Riri memilih masuk program diploma 3 di perguruan tinggi di kota Bogor. Darinya, aku tahu kalau biaya kuliah di sana mencapai 3 juta rupiah per semester, belum lagi uang yang dibayarkan sebagai uang masuk. Jumlah yang menurutku sangat besar untuk ukuran perguruan tinggi negeri. Bukan perkara mudah mencari uang 3 juta per enam bulan. itu belum termasuk ongkos, foto kopi, membuat makalah dan tetek bengek lainnya, yang membuat biaya pendidikan tinggi tidak murah. Tidak cukup sampai di situ, telat sehari dari jadwal yang ditetapkan membuat para mahasiswa ditambah bebannya dengan membayar denda. Seperti yang Riri ceritakan. Ayahnya terpaksa membayar denda 300 ribu rupiah, karena terlambat membayar uang semester sebesar 3 juta rupiah. Aku terheran-heran pada denda ini. Karena Riri kuliah di perguruan tinggi negeri. Aku saja yang kuliah di swasta sekalipun tidak pernah kena denda padahal hampir tiap semester aku terlambat membayar uang semester.

Tidak ada yang bisa aku lakukan untuk Riri selain bersimpatik. Aku harap ia masih bisa menyelesaikan kuliahnya dan tidak menyerah ditengah sistem pendidikan Indonesia yang masih saja carut marut. aku hanya bisa terus memberinya semangat... Semangat Riri...!!!


Angkot dan Sepatuku

Bagi orang-orang seperti aku yang pekerja, mereka yang pelajar serta mahasiswa, naik turun angkot adalah hal yang sudah menjadi rutinitas. Saking dikerjakan setiap harinya, sampai ada beberapa hal yang ku anggap sebagai gangguan tetap yang terjadi secara berkala, seperti sopir angkot yang nge-tem terlalu lama, atau kebiasaan penumpang angkot yang malas turun naik di halte, sehingga membuat para sopir mengambil blunder untuk kucing-kucingan dengan polisi dan berisiko kena tilang demi tambahan setoran 3000 perak.

Model gangguan lainnya adalah cara penumpang duduk di angkot, mbak-mbak yang pakai rok pendek sering menghabiskan tempat dengan dengan duduk serong 45 derajat, atau bapak-bapak yang duduk melebar membentuk sudut 60 derajat, juga kalau angkot penuh, dan tinggal menyisakan satu kursi lagi, penumpang terakhir ini harus susah payah nge-rangsek sampai ke pojok karena penumpang yang sudah ada tidak mau geser ke dalam.

Senin pagi, aku sengaja mencari angkot yang sudah hampir penuh agar waktu tidak habis karena acara nge-tem. Dan sepeti biasa, penumpang yang sudah di dalam enggan geser sehingga aku susah payah mencari tempat duduk ku di pojok sana. Sudah sempit, ditambah lagi Si sopir sudah tancap gas kembali karena dari belakang polisi sudah membelalakkan mata, membuata persoalan sepele seperti naik angkot jadi bikin emosi

Setelah diperhatikan ternyata penumpang angkot sebagian besar adalah karyawan pabrik elektronik di Jalan Raya Bogor yang aku perkirakan baru saja pulang shift 3. di depanku dua orang pelajar SMA dan ibu yang baru pulang dari pasar. Tepat disebelahku adalah wanita cantik dengan penampilan modis, rok span super pendek dan kakinya hanya dibungkus sandal yang banyak lilitan talinya mirip sandal yang dipakai prajurit Roma dalam film Gladiator dan tampak seperti pegawai bank.

Karena kesal sudah merusak pagi yang seharusnya semangat ini, aku melangkah garang keluar dari angkot hingga aku menginjak kaki si pegawai bank. Sial buat si pegawai bank , aku lupa kalau pagi itu aku berangkat kerja menggunakan sepatu safety dengan pengaman dari besi yang dideaign untuk menahan beban puluhan kilo yang juga dipakai oleh satpam, polisi, tentara atau pekerja bangunan. Terinjak sepatu model ini tentu saja membuatnya menjerit sekeras-kerasnya apa lagi kakinya cuma dilindungi lilitan tali ala prajurit roma itu.aku yang sudah di luar angkot tidak peduli dan terus melaju menuju tempat kerja.

Sesaat setelah turun dari angkot, aku tersenyum lebar, tanpa sengaja aku telah memberi pelajaran pada penumpang angkot lainnya yang suka seenaknya sendiri.


MEREKA BILANG, INI BUKAN ZAMAN SITI NURBAYA

Suatu senja, aku dan tiga orang sahabat berkumpul di pusat perbelanjaan di Depok. Tepat di hari aku membaca catatan di facebook Yeli yang berjudul "Kapan Nikah". Kebetulan, kami berempat adalah wanita single yang sudah sepantasnya memasuki gerbang pernikahan, hanya saja waktunya belum tiba. Seperti biasa, setelah ngalor ngidul kesana kemari, menghamburkan apa saja yang ada di benak kami, membahas isu selebritis, sampai menyerempet urusan politik, pada akhirnya kami selalu kembali ke urusan genting , Jodoh.

Berawal dari curahan hati Nina, ia beberapa hari ini kerap pulang lebih malam demi menghindari obrolan dengan orangtuanya yang berkaitan dengan perjodohan. Pasalnya, saat umurnya menginjak 28 tahun ia belum menemukan pendamping hidup yang membuat kedua orangtuanya berinisiatif mengenalkan nina dengan Pemuda yang sudah mereka kenal. Baru saja sebatas wacana, Nina menolak ide itu mentah - mentah.

"Hari gini, masih dijodohin?, cape deh!!" begitu kata Nina.

Ya ampun Na, emang bonyok lo tuh terlampau kolot" . kali ini sari yang berpendapat.

Dan diskusi tentang dijodohkan orang tua ini tampak mencapai aklamasi, hampir semua berpendapat bahwa dijodohkan sudah tidak relevan lagi dengan zaman serba canggih ini.

Tetapi baru tampak mencapai aklamasi, karena aku belum mengeluarkan pendapatku.

Nina, sari dan Ajeng mulai menyadari kalau dari tadi aku hanya menjadi pendengar setia mereka.

"Menurut lo gimana Za?" Tanya Nina.
"Hmmm...!!!"

"Jangan hhhmmm aja dong Za!!" Sari mulai kesal

Aku masih diam

"Za...???" Ajeng pensaran menunggu jawabanku.

Aku diam beberapa saat menatap wajah sahabat-sahabatku yang menanti jawabanku dengan harap-harap cemas.

"Begini..." aku mulai bicara sambil membenarkan posisi dudukku.

"Kalau orang tua gue mau menjodohkan gue dengan seseorang, gue nggak akan keberatan" kataku yakin-seyakinnya.

"Hah... yang bener aja Za" Nina menentang keras pendapatku.
"Emang ini zaman Siti Nurbaya Za," kata Nina lagi.

"Iya Za, cukup Situ Nurbaya aja yang menderita karena dijodohkan orang tua" Timpal Ajeng.

aku tersenyum, aku sudah duga respon mereka seperti ini.

"Ok, ini memang bukan zaman Siti Nurbaya" kataku.

"Dan orang tua gue juga nggak seperti orang tua Situ Nurbaya. Seburuk apapun keadaan kami, Orang tua gue nggak akan mungkin menjodohkan gue dengan seseorang yang tipikal Datuk Maringgih. gue percaya bahwa mereka akan memberikan gue yang terbaik, karena dari dulu mereka selalu begitu, memberikan yang terbaik buat gue." Aku mencoba menjelaskan.

"Kecuali lo berpendapat orang tua lo adalah tipe orang lemah yang menggadaikan kebahagiaan anaknya demi sesuap nasi buat besok" aku menambahkan.

Mereka bertiga diam.

"Ya... orang tua gue juga nggak kaya gitu kali Za... cuma nggak enak aja, masa dijodohin" Kata Nina

"Lho bonyok lo juga kan baru mau mengenalkan, bukan harus merit sama cowok itu kan" kataku lagi.

"Apa salahnya, siapa tahu jalan jodoh lo memang seperti itu." Kataku lagi

Sempat terdiam beberapa lama, kami kembali ke topik-topik ringan untuk mencairkan suasana. Creeps yang sudah habis kami lahap, menjadi pertanda bahwa pertemuan hari ini usai.

***

aku tengah mencari bahan untuk ku tulis lagi di blog, beberapa cerita sebenarnya sudah aku siapkan, sampai tiba-tiba handphoneku berbunyi. SMS dari dari Nina rupanya.

Za, sorry banget besok gue nggak bisa ikutan Jenguk Ela, gue ada janji sama Wisnu. begitu bunyi pesannya.

aku mengernyitkan dahi, Wisnu? siapa wisnu? Perasaan Nina belum cerita tentang cowok yang namanya wisnu. aku kebingungan. ingin ku balas SMS nya dan menanyakan perihal cowok misterius itu. tetapi... ah sudahlah. Meskipun Nina sahabatku, aku tidak mau terlalu ikut campur urusann pribadinya.

Tiba-tiba satu pesan masuk lagi ke Handphoneku. Ku buka, ternyata Nina lagi.

Wisnu itu cowok yang dikenalkan bonyok gue kemarin. ternyata orangnya lumayan, and asyik juga di ajak ngobrol, he... he...

Aku tertegun. Mengingat kembali diskusi kami tentang dijodohkan orang tua beberapa hari lalu. Aku senyum-senyum sendiri.

"Ya ampun Na... ini bukan zaman Siti Nurbaya." kataku sambil geleng-geleng kepala. Tiba-tiba aku punya ide segar untuk postingan terbaru di blog.

DI FESTIVAL KOTA TUA

Aku teringat pada acara Jakarta City Tour 2 yang diadakan Backpacker Murah. Walau sudah terlalu terlambat untuk di posting. tetapi cerita ini sayang kalau dibiarkan, kemudian akan hilang begitu saja.

Jakarta City Tour 2 mengambil tema keliling Kota Tua Jakarta. Dari Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, Jembatan Kota Intan, Klenteng Petak Sembilan di Glodok dan terakhir ke Pelabuhan Sunda Kelapa.

Usai bernarsis ria di Jembatan Kota Intan, kami naik Kopaja yang melaju khusus mengangkut anak BM yang jumlahnya mungkin 50-an orang menuju Klenteng Petak Sembilan Di kawasan Glodok. Begitu sampai di sana, kawasan itu sudah dipenuhi orang-orang Tionghoa yang sepertinya akan merayakan sesuatu, setelah diselidiki ternyata ada perayaan Sejit Bio Fat Cu Kung sekaligus mengisi Festival Kota Tua sehingga akan ada karnaval keliling Kota . Karena kami gagal masuk ke dalam Klenteng. Akhirnya kami, segera melanjutkan perjalanan kembali ke Museum Fatahillah (kali ini jalan kaki).

Di tengah perjalanan kami, bertemu rombongan karnaval ini, yang ternyata pesertanya banyak sekali. Bukan hanya di isi orang-orang Tionghoa, bahkan TNI pun ikut berpartisipasi. Dan bukan pula hanya di isi oleh orang Tionghoa Jakarta, dari papan nama yang mereka bawa diketahui kalau peserta juga berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat. Pakaian mereka yang mayoritas merah mencolok membuat karnaval yang panjang itu sangat menarik. Mereka memainkan Barongsai, ada arak-arakan yang berisi patung dewa yang ditandu dan dibawa oleh beberapa orang pria. orang-orangTionghoa yang dilewati arak-arakan tersebut ada yang memasukkan Angpao ke dalam tandu tersebut

Kejadian yang paling menarik adalah, ketika aku yang terpesona pada arak-arakan tersebut, memancing seorang peserta untuk menawarkan aku ikut serta membawa salah satu tandu.

"Mau coba nggak mbak?" begitu katanya.

aku yang terheran-heran dan masih kebingungan, tergagap menyatakan mau mencoba.

Akhirnya inilah yang terjadi. Sahabatku Endah sempat mengabadikan Kejadian menarik ini.
Koleksi Foto : Suryani Endah Sari

Aku Sempat ikut membawa tandu hanya sekitar satu atau dua menit karena ternyata tandu itu masih berat walaupun sudah banyak sekali orang yang ikut menggotong. hhmm.. coba perhatikan warna bajuku yang kontras berbeda dengan peserta karnaval, dan perhatikan sumringahnya aku karena pengalaman langka ini.

Selesai menandu, aku sempat tanyakan pada Yeli dan Endah, dari sekian banyak orang yang menonton di pinggir jalan, kenapa aku yang di ajak ikut nandu, dan jawaban kedua sahabatku itu sama, yaitu AKU MUPENG.

STANDARD GANDA, DIMANA-MANA STANDARD GANDA...

ketika krisis ekonomi melanda, pengusaha memakainya sebagai alasan menaikkan gaji karyawan dalam jumlah yang terlampau kecil. Ketika Ekonomi cemerlang, inflasi bisa ditekan dan perusahaan untung milyaran rupiah, perusahaan mengatakan "inflasi segitu ya gaji naik segitu".

Ketika kita berkoar-koar tentang anti korupsi, ternyata kita sedang korupsi waktu.

ketika mahasiswa sibuk mengkritisi ketidakjujuran pemerintah, mahasiswa lihat jawaban teman sebelah ketika ujian.

Ketika kita benci disakiti, kita kerap menyakiti.

ketika Seorang Suami hendak menikah lagi dengan alasan diperbolehkan agama, ia lupa jika menyakiti istrinya, ia telah melanggar perintah agama.

Ketika Seorang Pria mau meresmikan hubungannya dengan wanita secara hukum agama, ia menggunakan hukum negara untuk tanggung jawab ekonomi dan waris bagi anak-anaknya.

Suatu negara di larang memanfaatkan nuklir oleh negara yang sudah memilikinya.

Sekelumit kejadian di kehidupan kita yang sangat menggelikan. Begitu banyak alasan yang kita buat demi membenarkan segala tindakan kita. Alasan yang dibuat unuk menghindari tanggung jawab. membuat hukum B dibelakang hukum A, dan hukum C untuk membayangi hukum B, dan jika semua tidak berhasil kita akan membuat hukum D, E, F, G dan seterusnya, dan sialnya itu terjadi dari masyarkat terkecil sampai yang mendunia

Tidak pernah kita sadari, ternyata hidup kita penuh dengan polemik, polemik yang kita ciptakan sendiri karena kita terlalu egois, terlalu pengecut untuk bertanggung jawab, terlalu takut untuk kalah, dan terlalu sombong untuk mengaku salah.


Cerita Menjelang PialaThomas dan Uber 2010

2010, saatnya piala Thomas dan Uber diperebutkan kembali. Aku teringat pada perhelatan Thoma Uber dua tahun lalu di Jakarta, dimana aku bersama 7 orang teman sepakat untuk menyaksikan langsung Kompetisi bergengsi itu langsung di Senayan, karena kesempatan untuk digelar di jakarta lagi mungkin masih beberapa tahun kemudian. Walaupun Tim piala Thomas dan Uber Indonesia ketika itu tidak difavoritkan juara karena dominasi China yang belum terbendung negara manapun, terlebih Tim Uber Indonesia yang secara individu minim prestasi tidak menyurutkan niat kami untuk memberi semangat pada pahlawan olahraga.

Tidak disangka, Tim Uber Indonesia yang hanya ditargetkan masuk semifinal waktu itu, bisa adu kemampuan dengan raksasa bulutangkis di partai final. Mengetahui hal itu, kami berburu tiket masuk stadion untuk partai final Uber tersebut. Setelah berburu informasi, kami ketahui kalau pembelian langsung tiket bisa dibeli di Senayan, tetapi satu orang hanya dapat dua tiket. Karena kami berdelapan, kami tidak punya waktu untuk mengantri tiket yang katanya antriannya sudah panjang. Tidak patah arang, kami menelepon Customer Service salah satu bank sponsor, dan gagal lagi karena untuk mendapatkannya harus dengan kartu kredit bank tersebut, yang kami semua tidak punya. Aku teringat pada tetanggaku yang bekerja di Bank, dan langsung menghubunginya. Lagi-lagi kami kecewa, karena menurut tetanggaku, tiket sudah habis, ludes tidak tersisa.

Putus asa hanya berlangsung beberapa menit saja, kami dapat informai kalau di Senayan di pasang big screen, sehingga bagi yang tidak dapat tiket bisa nonton bareng di sana. Tidak bisa nonton di dalam stadion, di sampingnya pun jadi. Kami langsung meluncur ke Jakarta. Touring dengan 4 motor dari Cibubur, dan 45 menit kemudian tiba di salah satu area parkir Stadion Gelora Bung Karno, tempat big screen berdiri mantap dengan jumlah penonton yang banyak, sebagian cuek melantai tanpa alas, sebagian menjadikan sandal atau koran sebagai alas duduk, lampu sorot dari dalam stadion terlihat menari-nari kesana-kemari dan sesekali penjual minuman menawarkan dagangannya menjadikan suasana mirip nonton layar tancap, tetapi tidak mengurangi semangat kami untuk memberi dukungan pada atlet bulutangkis Indonesia yang berlaga.

Kami segera mencari posisi duduk yang nyaman. Dan pas kami duduk, pas pertandingan pertama di mulai. Maria Kristin menghadapi Xie Xing Fang di partai pertama. Kami bersorak kegirangan jika Maria mendapatkan point, dan bersorak jengkel jika Xie yang berhasil mencuri angka. ada saja alat untuk membuat bunyi-bunyian. yang paling murah ya tangan sendiri, tetapi karena kelamaan sakit juga, akhirnya ada yang menggunakan botol plastik bekas minuman, dan beberapa ada yang memakai sepasang stik panjang dari plastik menyerupai balon, yang jika ditepuk akan mengeluarkan bunyi. Kami celingukan mencari asal-muasal benda lucu itu, ternyata dijual seharga sepuluh ribu rupiah sepasang. Kami membeli delapan pasang. Sayang stik tersebut jarang kami pakai karena Partai Pertama ini dominasi pemain China tidak dapat diatasi dengan baik oleh Maria, membuat stik yang baru kami beli lebih banyak nganggur daripada beraksi.

Partai Kedua dimainkan partai ganda. Lilyana Natsir dan Vita Marissa memberikan perlawanan keras pada lawan. Membuat jantung kami berdegup lebih cepat, kerongkongan sakit karena terlalu banyak berteriak, dan stik kami kempes karena terlalu banyak dihantam ke pasangannya. Saking ramainya, suara dari dalam stadion terdengar hingga ke luar, suara yang tidak membuat kami iri, karena di sini pun tidak kalah hebohnya. Setelah kalah di set pertama, kami berteriak sejadi-jadinya ketika Pasangan Indonesia berhasil merebut set kedua. kami yang tadinya duduk melantai spontan berdiri dan berjingkrak kegirangan karena masih ada harapan. Awal set ketiga suasana masih gaduh, karena pertarungan masih sengit. Sayang, disaat-saat terakhir Lilyana dan Vita seperti kehabisan tenaga, membuat kami terduduk lemas menyaksikan kekalahan yang kedua.
Partai ketiga sudah dapat dibaca hasilnya, maka sebelum pertandingan habis, banyak dari penonton yang angkat kaki dari tempat duduknya. Kami masih sempat menyaksikan akhir Final Piala Uber, pulang dengan tangan merah dan suara serak, dan lebih menyedihkan mengetahui lagi-lagi Piala Uber kembali ke China, Tetapi kami tetap berharap Perebutan Piala Thoma dan Uber berikutnya Indonesia berjaya.

Dua tahun kemudian, apa yang kami impikan sepertinya masih jauh dari harapan bahkan menurutku prestasi Atlet Bulutangkis kita kian menurun saja. Jika pada perebutan Thoma Uber 2008 lalu ada Markis Kido dan Hendra Setiawan yang eksis sebagai Ganda Putra terbaik sedunia, dan ada Lilyana Natsir dan Nova Widianto yang berkibar sebagai Mix Double paling jago sejagad, yang membuat TimThomas ditargetkan melenggang ke Final waktu itu (walau akhirnya gagal juga). Thomas dan Uber kali ini diawali dengan minim prestasi. Prestasi Markis dan Hendra menurun sebelum PBSI memiliki penggantinya, hal yang sama terjadi pada Nova dan Lily.

Tidak ada regenerasi bisa dipastikan penyebebnya. Aku sempat tidak percaya, ketika melihat susunan Tim bulutangkis Sea Games di Laos akhir tahun lalu masih menurunkan Markis dan hendra serta Sony Dwi KUncoro yang nota bene, bukan levelnya lagi main untuk Sea Games. Lebih-lebih membaca artikel tentang Maria Kristin yang kalau saja 2012 nanti masih berumur dibawah 25 tahun masih akan diikutkan dalam PON untuk membela Jawa Tengah. Jika PON saja masih mengandalkan pemain sekaliber Maria Kristin, kapan yang junior bisa unjuk gigi. Pantas saja tidak ada regenerasi Bulutangkis Indonesia. Pantas saja prestasi bulutangkis kian merosot.


KULIAH SAMBIL KERJA

(Sebenarnya ini posting di blogku lainnya yang sudah tidak pernah ditengok lagi, makanya bahasanya masih ber-lo gue ria gitu, karena waktu itu masih jadi preman pasar. Lomba Blog UII kemarin mengingatkanku pada posting ini. merasa sayang kalo di buang jadi ya... di copy paste deh...!!)

Mau kuliah padahal sudah kerja??? kalau iya, mesti pikirin dulu matang-matang. karena kerja sambil kuliah itu menghabiskan banyak tenaga, waktu dan yang jelas sih duit ... (Lebih banyak dari orang kuliah tok) nih aku punya sesuatu untuk dijadikan bahan pertimbangan.

1. Niat

yang perlu diperhatikan adalah pelajari dulu niat kita. Sudah mantap? apalagi untuk lulusan SMA yang mau langsung ambil S1... waduhhh pikirin mateng-mateng. karena normalnya untuk lulusan SMA yang mau ambil S1 butuh waktu 4 tahun. dan 4 tahun kerja sambil kuliah, oooo nggak gampang. jangan bayangin kalau sudah jadi sarjananya tapi bayangin prosesnya. 4 tahun pulang malam, atau sabtu minggu yang harusnya istirahat, ini harus kuliah, gue yang ambil kuliah malam rekor pulang jam 22.30 tiap hari senin waktu semester dua, sampe rumah dah jam 11 teng, jangan harap sampe rumah lo bisa langsung tidur. tenaga akan banyak terbuang dan kalau niat lo setengah-setengah tenaga yang akan lo habisan akan lebih banyak. berat banget. jadi banyak-banyak dulu shalat istikharah, pikirkan masak-masak, dan bulatkan tekad.

2. Lihat dan perhatikan isi dompetmu

biasanya program khusus ini biayanya lebih mahal daripada program reguler (kan dosennya lembur). Menurut gue, lo perlu buat peta keuangan lo. setiap bulan berapa rupiah uang yang bisa lo save untuk kuliah.,belum lagi untuk biaya buku, dan tetek bengek lainnya yang hari gini udah gak ada yang murah. kecuali kalau kita kerja n kuliah n masih bisa nodong nyokap, wah itu lain lagi ceritanya. tapi lo harus tetap perhatikan dana untuk rekreasi, senang-senang dan dana untuk melakukan hobi lo, jangan sampe lo sudah kerja, kuliah tapi gak bisa senang-senang.
Nih gue kasih contoh data keuangan gue

Gaji : 1.500.000 (waktu nyusun rencana keuangan ini, jangan ambil pendapatan lo yang sudah ditambah lemburan atau pendapatan lo yang gak pasti, tapi ambil nominal yang lo pasti dapet tiap bulan)
Beli buku (Hobi) : 100.000
ongkos + jajan : 300.000
jalan-jalan : 200.000
biaya tidak terduga : 200.000
sisa uang : 700.000
jadi dana untuk kuliah cuma sekitar 700.000 tiap bulan.
Pemetaan uang ini bisa untuk menentukan kampus mana yang mau lo masukin, gak mungkinkan gaji UMR tapi kita mau masuk kampus bertaraf internasional (kecuali beasiswa dsb).

3. Ceritakan ke Keluarga

Jangan dikira, mentang-mentang duit sendiri lo gak perlu keluarga. banyak manfaat dengan mendiskusikan rencana lo ke keluarga. contohnya, kalau biasanya ade lo minta jatah pulsa 100 ribu tiap bulan, dengan berbagi kita bisa mengharapkan ade kita itu ikhlas jatahya dikurangi 1/2nya. atau kalau biasanya lo bisa nyumbang buat beli ayam goreng dalam 10 hari pertama tiap bulan, mungkin keluarga lo bisa ngerti kalau setelah kuliah lo cuma bisa nyumbang ayam goreng cuma pas hari gajian aja, atau ade lo yang kalo disuruh, minta upah mulu kaya pak ogah, mungkin akan tergerak hatinya untuk memberi pertolongan ngetikin tugas makalah kita cuma-cuma. atau pengalaman gue nih... nyokap gue yang tercinta ikhlas, rido nyetrikain baju gue karena beliau gak tega ngeliat anaknya longshift tiap hari he...he... yang jelas hal-hal seperti itu akan sangat membantu proses kuliah lo.

3. Lapor ke atasan???

beberapa perusahaan tidak menginginkan karyawannya kerja sambil kuliah. mungkin dianggap akan mengganggu pekerjaan. atau mengurangi performance kerja kita secara energi kita sudah gak sepenuhnya untuk kerja. nah untuk hal ini lo perlu selidiki dulu baik-baik, apa bos lo cukup bijaksana untuk menerima keinginan lo untuk kuliah . kalau bijaksana sih gak ada masalah tapi kalau dia keberatan, bisa gawat. rencananya dengan kerja bisa buat bayar kuliah, ehh ini baru kuliah udah dipecat, gak lucu kan. paling Enak kalo bilang dulu, jd kalau pas ujian and ada yang urgent bos lo bisa lebih ngertiin, and lo bisa ujian dengan tenang. Tetapi semuanya tetap kembali ke kondisi kantor lo.


4. Pilah-pilih kampus

Letak kampus ini menurut gue penting banget. Karena beda sama kalau kita kuliah aja. Kalau kita kuliah aja dan mau masuk ke jurusan teknik, maka yang dituju langsung ITB, atau kalau mau jadi petani berdasi, langsung meluncur ke IPB. Tapi kalau kita sambil kerja pikir-pikir dulu rumah di depok kuliah di IPB darmaga. Bisa remuk badan. jangan sampe tiap hari pulang kerja lo lari-larian ngejar bis ke kampus, and pulangnya bareng sama buruh pabrik yang baru pulang shift 2. Kita sudah bakalan stres sama tugas kuliah, stres diomelin bos, jangan sampai nambah stress dengan hal gak penting semacam ngejar bis untuk sampai di kampus. pengalaman gue sih, saking pentingnya, gue sampe belum mikirin jurusan, yang penting ketauan dulu kampusnya dimana, tapi hati-hati juga jangan asal milih, pastikan kampusnya emang punya program khusus karyawan. karena program khusus ini biasanya gak seketat program reguler. jd kalau kebetulan harus dinas luar atau sejenisnya gak terlalu jadi masalah (biasanya program khusus ini memberikan banyak dispensasi) . yang jelas jarak dari kantor ke kampus and dari kampus ke rumah gak boleh terlalu jauh. Pengalaman temen gue yang rumahnya dibekasi, kerja di cikarang dan kuliah di cimanggis hasilnya adalah NOL BESAR. alias jadi alumni prematur.

Jenjang studi, terutama untuk lulusan SMA nih. karena kerja sambil kuliah jangan pikir akan lancar. yang kita dimutasi ke kota lain lah, yang tahu-tahu perusahaan kolaps, atau lagi asik-asik kuliah tiba-tiba ada jodoh, merit and cuti untuk ngelahirin anak, siapa tahu kan? yang jelas kalau mau langsung ambil S1 itu berarti lo harus bersiap untuk 4 tahun yang melelahkan. kerja sambil kuliah itu membosankan bgt. Kalau gue mutusin ambil D3 dulu...selain karena alasan di atas juga karena biya D3 jauh lebih murah daripada S1, maksudnya biaya untuk D3 ini lebih cocok sama kantong gue. prinsipnya biar lambat asal selamat. Manfaat lainnya kalau lo ambil D3 dulu adalah setelah tiga tahun (kalau lancar) lo bisa up grade pangkat lo dikantor lebih cepat daripada harus nunggu sampai S1 langsung.

Jurusan, setelah lo dapet calon kampusnya perhatikan baik-baik jurusan apa aja yang mereka punya. cari yang cocok buat kita. nah karyawan yang sambil kuliah biasanya sudah gak terlalu bingung mikirin jurusan. Gue misalnya, karena dah terlanjur di bidang industri kimia, ya udah sekalian aja gue ambil teknik kimia (walaupun belakangan ini gue nyesel juga, karena berat banget).

TIPS

hati-hati dengan kuliah khusus karyawan. Kuliah khusus ini bukan berarti yang harusnya untuk S1 dapat 144 SKS dan D3 110 SKS, tetapi dengan alasan karyawan, lo diperbolehkan ambil 50 SKS aja, sedangkan sisanya cuma-cuma. kalau kamu dapat kampus yang seperti ini, hati-hati kemungkinan ijazah kamu diragukan. yang membedakan program reguler dengan khusus adalah jam kuliahnya, kalau yang normal adalah pagi dari senin sampai sabtu, tetapi untuk kelas karyawan biasanya pada malam hari atau sabtu minggu. sedangkan jumlah SKS yang harus ditempuh adalah sama dengan reguler.

Meskipun universitas untuk kita jumlahnya terbatas (karena gak setiap perguruan tinggi punya program khusus ini) tetapi akreditasi perguruan tinggi harus tetap diperhatikan. jangan sampai sudah cape kuliah bertahun-tahun ternyata kemampuan kamu diragukan orang karena almamatermu yang akreditasinya rendah.

NEPOTISME : SI PENGHANCUR SISTEM

Aku kenal istilah nepotisme mungkin sekitar 12 atau 13 tahun yang lalu, ketika Presiden RI saat itu (alm) Soeharto, mengangkat putrinya sendiri Mbak Tutut menjadi Mentri Sosial. Isu nepotisme ini menjadi salah satu alasan terjadinya gerakan reformasi. Saat itu aku baru kelas 3 SMP, belum terpikirkan mengapa nepotisme sangat diharamkan para reformis.

Setelah bertahun-tahun kemudian, baru aku pahami mengapa nepotisme bisa sangat menghancurkan sistem yang telah di bangun oleh suatu perusahaan atau mungkin suatu negara.

Aku, sudah lima tahun terakhir ini bekerja di sebuah perusahaan swasta. Lima tahun penuh perjuangan untuk bisa memahami segala kebijakan yang diambil sekelompok orang yang menamakan diri mereka management. Kebijakan yang sulit diterapkan ketika terbentur pada tembok bernama nepotisme. Sistem yang setiap pagi dipekikkan untuk memberi semangat dalam bentuk slogan perusahaan akhirnya hanya menjadi bahan cemoohan kami di waktu istirahat.

Proses memahami nepotisme di mulai dari kasus makan siang. Makan siang menjadi saat yang terburuk selama 8 jam kerja di kantor. Betapa tidak, setelah 4 jam di kelilingi pekerjaan yang baru kelar nanti jika kita pensiun, makan siang seharusnya menjadi sumber tambahan energi untuk melanjutkan kerja selama 4 jam berikutnya. Tetapi sialnya, makan siang justru menjadi hal paling membosankan, yang pada akhirnya membuat aku mengeluarkan uang ekstra atau membiarkan asam lambung naik sampai merusak ulu hati. Ada saja keluhannya, sayur kurang garam, Ayam goreng yang kurang digoreng dan puncaknya Telur busuk yang masuk menu makan siangku. Tidak cukup sekali dapat telur busuk, aku dapatkan menu yang serupa untuk kedua kalinya, membuat aku kehilangan selera amakn jika tahu menunya adalah telur.
Lima tahun bekerja, beberapa kali mengisi questioner untuk menilai catering kami (pertanyaan questiner itu ku isi dengan jawaban "tidak memuaskan", kecuali petugas cateringnya yang baik sekali). Tetapi bagaimanapun jawaban kami atas performance si Suplier, tetap saja selama lima tahun ini makan siang kami masih di suply pihak yang sama, dan atasanku yang sudah bekerja sepuluh tahun masih menyantap makan siang dari pihak yang sama selama masa kerjanya itu, dan menurutku sepuluh tahun kemudian (jika aku masih di sini) aku masih makan, dengan kualitas yang sama.
Setelah diselidiki dengan seksama, baru aku tahu mengapa, cengkraman si suplier ini begitu kuat. Penyebabnya tidak lain tidak bukan adalah pemilik catering adalah kerabat bosku sendiri. alasan yang mebuat pihak HRD hanya bisa bilang "lah kok mau ngelawan yang punya duit" setiap kali kita mengeluhkan catering ini. Padahal sebagai perusahaan dengan serifikat ISO, setiap supplier mendapat record masing-masing untuk kemudian di evaluasi. Suatu sistem yang akan membuat para suplier terus meningkatkan performanya jika ingin kerja sama antar dua perusahaan tetap berjalan, suatu sistem yang membuat kompetisi untuk meningkatkan kualitas. Jika semua rule di patuhi seharusnya ada evaluasi suplier catering untuk kemudian di putuskan apakah kerja sama masih bisa di lanjutkan atau tidak.

Tetapi rule tetap saja hanya menjadi hitam di atas puith, semuanya hanya menjadi omong kosong belaka jika sudah menyangkut kelangsungan hidup sang kerabat dekat. Tidak ada kualitas ketika kompetisi di tiadakan, tidak ada mutu ketika yang terjadi adalah monopoli. Bukti nyata, bahwa nepotisme telah membuat sistem tidak berdaya.



PERGURUAN TINGGI IDAMAN VERSI KARYAWAN

Kuliah bukan cuma milik mereka yang baru saja tamat SMA. Mereka yang sudah bertahun-tahun bekerja pun ingin merasakan suasana perkuliahan. Diantara dilema tentang kuliah karyawan, resah dan khawatir jika ijazah ini tidak di akui pihak manapun, aku tetap memutuskan kuliah sambil bekerja berbekal keyakinan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Hal unik dari kelas khusus karyawan ini adalah latar belakang mahasiswanya, ada yang sudah mencapai level manager, supervisor, atau para pemula yang baru merintis karir. Berbagai motivasi yang membuat para karyawan ini memutuskan untuk melanjutkan sekolah mereka, dari sekedar mencari ijazah untuk kenaikan golongan di kantor, merasa tidak enak pada bawahannya yang sudah sarjana, padahal ia sendiri hanya berbekal ijazah SMA, atau yang masih memiliki idealisme tinggi sehingga masih ingin terus mencari ilmu.

Pada dasarnya semua mahasiswa memiliki pandangan sama mengenai sebuah universitas idaman. Kelengkapan peralatan praktikum, kualitas dosen, suasana kelas yang nyaman, biaya yang terjangkau, akreditasi dan sebagainya. Namun ada beberapa syarat khusus di mana seorang karyawan benar-benar dapat kuliah dengan nyaman di universitas idaman yang sesuai dengan statusnya sebagai pekerja.

Seperti yang pernah aku sebutkan, latar belakang mahasiswa di kelas karyawan adalah mereka yang sudah di level manajer, supervisor, atau yang baru saja merintis karir. Yang jelas dalam hal aplikasi beberapa mata kuliah sudah kami jalani hingga praktiknya selama bertahun-tahun jauh sebelum kami memutuskan menjadi mahasiswa. Aku ingat ketika kuliah K3, dosenku bercerita panjang lebar mengenai pentingnya terdapat alat pemadam api ringan, padahal kami setiap tahunnnya di latih langsung oleh pihak pemandam kebakaran untuk menghindari terjadinya kebakaran atau paling tidak meminimalisir kerugian akibat kebakaran di perusahaan tempat kami bekerja. Atau ketika aku kuliah Neraca Massa dan Energi, yang ternyata sudah aku terapkan bertahun-tahun di pabrik tempat aku bekerja, hanya saja aku baru tahu kalau perhitungan semacam itu di sebut Neraca massa. Begitu pun dengan praktikum, ketika praktik pengetahuan bahan, kami menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100x untuk mengamati permukaan logam yang sudah di coating, padahal di pabrik, aku selalu menggunakan alat Scanning Electron Microskop untuk mengamati permukaan logam hingga pembesaran 20000 kali. Dosen boleh saja bernyanyi panjang lebar di kelas reguler, tetapi di kelas karyawan, Seorang dosen butuh lebih dari text book tua yang selalu di bawanya.

Perkuliahan kelas karyawan harus memiliki hal-hal yang tidak diperlukan kelas reguler, terutama adalah jadwal kuliah yang tidak biasa. Jika kelas normal kuliah pada hari senin hingga sabtu dengan jam yang masih termasuk dalam jam kerja, maka kelas karyawan di lakukan saat sabtu minggu atau diadakan kelas malam. Jadwal kuliah yang menuntut komitmen tinggi baik dari para mahasiswa, dosen sampai pihak kampus dalam hal penyediaan tenaga administrasi di jam-jam yang tidak biasa itu. Pengalaman ku yang pernah gagal di suatu perkuliahan karyawan di salah satu perguruan tinggi tidak lain karena tidak ada komitmen di pihak dosen yang selalu mengganti jam kuliah menjadi saat jam kerja padahal ia menyadari ia mengajar di program khusus karyawan, di tambah lagi segala jenis administrasi hanya bisa di urus di jam-jam normal, membuat aku hengkang dari kampus itu tidak lebih dari setengah semester.

Gagal di universitas pertama, aku masuk lagi ke program karayawan di universitas lainnya. Kelebihan universitas ini adalah komitmen para dosen dalam hal waktu kuliah. Karena jam kuliah yang terbatas dan hampir tidak ada waktu pengganti maka penekanan untuk komitmen terhadap kewajiban mengajar menjadi sangat penting. Meskipun setelah komitmen dalam hal kuantitas terpenuhi, aku masih berharap peningkatan kualitas terus terjadi.

Masalah komitmen ini kembali menjadi sorotanku untuk melanjutkan studiku. Setelah menggali informasi, aku dapatkan bahwa salah satu perguruan tinggi favorit di Indonesia di bilangan depok, memiliki program ekstensi, yang menurutku ditujukan pada karyawan. Tetapi setelah di selidiki, ternyata sulit meminta para dosen disana untuk -sekali lagi-berkomitmen pada tujuan di selenggarakannya kuliah ekstensi ini.

Komitmen juga dibutuhkan dari pihak DIKTI selaku pengawas perguruan tinggi di Indonesia. Larangan-larangan untuk program kuliah karyawan yang muncul, tidak serta merta menyudahi polemik ini. Adakah Dikti memberikan alternatif bagi para mahasiswa yang tidak memilki biaya untuk melanjutkan kuliah, tidak pula berhasil mendapat beasiswa, selain harus bekerja sambil kuliah. Sekali lagi peranan Dikti sangat diperlukan terutama bagi pekerja yang masih ingin melanjutkan sekolah, agar setelah upaya yang ditempuh, uang yang dikorbankan dan waktu yang terpakai tidak terbuang percuma karena tiba-tiba Dikti katakan ijazah kami tidak dapat di akui.

ITB, UI atau universitas selevelnya boleh saja menyatakan diri sebagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia, tetapi kami karyawan yang masih ingin meng-up grade pendidikan butuh perguruan tinggi yang welcome pada kami, pada pekerja.

Enam bulan sejak aku dinyatakan lulus dari universitas setelah tiga tahun menempuh pendidikan untuk program diploma tiga untuk kelas karyawan, aku menimang-nimang ijazah yang baru satu bulan lalu aku ambil dan masih bertanya-tanya mengenai status ijazah ini di mata Dikti, di mata para panitia penyelenggara penerimaan CPNS, di mata manager HRD perusahaan terkemuka. Lewat lomba blog UII yang di adakan Universitas Islam Indonesia ini aku berharap ada sedikit saja orang yang tahu, bahwa mereka yang sudah bekerja pun masih ingin meningkatkan kemampuan dan keahliannya, dan kami pun punya beberapa gambaran mengenai perguruan tinggi idaman versi kami, versi pekerja.




YOUR WIFE, YOUR HONOR

Baru saja semalam aku menyaksikan salah satu acara yang dibawakan oleh presenter kocak di suatu stasiun televisi. Acara itu itu masih saja sama, penuh lelucon, riang dan menggelitik. Tidak ada yang salah sampai kemudian beberapa kali si pembawa acara membawa istrinya sebagai bahan perbincangan, bukan sebagai nara sumber untuk di explore kelebihannya atau prestasinya, tetapi aku menangkap kesan hanya untuk sekedar di ejek dan menjadi bahan komedian belaka.

Si Pembawa acara menikmati joke yang ia lontarkan, penonton di buat terpingkal-pingkal, tetapi aku tidak. Aku merasakan suatu perasaan miris ketika mendengar si pembawa acara menjadikan istrinya sebagai bahan komedian. Mungkin baginya itu masalah biasa, ia biasa membuat joke bersama istrinya, atau ia tahu betul istrinya tidak akan keberatan, atau ia memang tidak pernah memikirkan semuanya. Bagiku tidak ada satu alasan pun yang bisa membuat seorang pria untuk mengolok-olok istrinya terlebih lagi di depan jutaan pemirsa.



PENYANGKALAN

Seribu kalimat ku tuliskan untuk sebuah pernyataan
"Dia adalah segalanya
Dia adalah hidupku
Aku tidak bisa hidup tanpanya"

Kemudian aku tulis lagi seribu kalimat yang sama
"Dia adalah hidup dan matiku"

Keadaan tetap sama

Ia tetap Jauh

Dan aku menulis lagi

"Aku bergantung padanya"

Tetapi tidak juga membuatku lebih baik

Karena tidak membuatku sedekat yang aku inginkan

Ku tulis kembali kalimat berikutnya

"Aku bahagia bila bersamanya
Jadi izinkan ia bersamaku"

Tapi ia semakin jauh saja

Lalu aku putus asa

Hingga ku dengar Tuhan berkata

"Jika kau sudah tuliskan ribuan kata untuknya
Panjatkan jutaan doa
lakukan segalanya
dan ia tidak kunjung datang
maka ia bukan segalanya
ia bukan hidupmu
Kau bisa lanjutkan hidupmu tanpanya
Dia bukan hidup dan matimu
Kau mandiri dan sejati
Kau mampu membahagiakan dirimu sendiri
Bahkan orang di sekitarmu"

(aku menemukan catatan ini di buku harianku tertanggal 29 Juni 2008, ku publikasikan untuk temanku yang sedang menghiperbola keadaannya sendiri)



KETIKA ORANG AWAM IKUT BERFATWA

Beberapa waktu silam, MUI berencana mengeluarkan fatwa haram merokok,disusul fatwa untuk facebook (hingga aku diundang oleh salah seorang teman, untuk masuk dalam grup menolak fatwa tersebut). Dan kali ini, usul untuk mengeluarkan fatwa haram atas rebonding rambut bagi wanita , foto pre wedding dan ojek perempuan juga sudah menyulut publik untuk ikut beropini.
Yang membuat aku jengah adalah ketika kita dengan pengetahuan terbatas terutama tentang agama, beramai-ramai menolak rencana fatwa haram tersebut . Terlampau asyik dengan facebook saat itu membuat kita tidak bisa terima, kalau "mainan" baru itu diharamkan. Kelak, setelah beberapa bulan pasca munculnya rencana fatwa haram, baru muncul berbagai publikasi mengenai dampak penggunan facebook, bahkan seorang kawanku mengirimkan video berisi puisi yang dibacakan seorang anak, tentang kebiasaan ibunya berfacebook ria yang keterlaluan. Satu hal yang kemudian aku mengerti dari kasus ini adalah kita, manusia sangat sulit mengendalikan diri.
Temanku yang perokok mengeluarkan banyak pembenaran untuk menolak fatwa haram mengenai rokok. dari kekhawatiran banyaknya pengangguran karena pabrik rokok ditutup hingga menyatakan walaupun sudah bertahun-tahun menjadi perokok ia masih dalam kondisi sehat wal afiat.
Aku jadi teringat tentang perbincangan aku dan seorang kawan ketika membicarakan Jalan Baru Juanda di Depok. Aku yang tidak punya kendaraan pribadi sangat jengkel karena JAlan baru Juanda tersebut tidak bisa di akses angkutan umum. Satu-satunya angkutan yang bisa lewat adalah Ojek, sehingga aku merasa diriku di rugikan. Dan Temanku yang kebetulan punya mobil pribadi, merasa senang dengan keadaan sekarang dimana tanpa adanya angkutan umum Jalan Juanda bebas macet. Suatu hal ketika menyinggung kepentingan kita kita akan mudah bereaksi, Begitupun dengan kita yang kadang aku anggap terlalu subjektif pada fatwa-fatwa tersebut.
Aku pribadi lebih senang jika ada diskusi dua arah antara masyarakat dan MUI agar semua pertanyaan-pertanyaan di benak masyarakat ada pencerahan, ketimbang kita menolak fatwa-fatwa tersebut dengan alasan yang kita buat padahal kapabilitas kita tentang ilmu agama yang rendah. Sekali lagi kita sepatutnya berkaca, apakah kita sudah cukup memilki kemampuan untuk ikut berfatwa...???










Ujung Genteng (2nd Entri)

2 Januari 2010

Inilah bedanya bepergian dengan rombongan backpacker dan rombongan kantor. Biaanya jika denagn para backpacker, kami selalu memburu sunrise dan sunset, begitupun rencana kami. Rencananya kami akan lihat sunrise pagi ini, tetapi apa daya, kami baru bangun 06.30. setelah shalat shubuh (yang kesiangan), kami baru menuju pantai ketika jam menunjukkan 06.15, dan matahari sudah tidak malu-malu lagi. Kami kemudian menyusuri pantai. Benar apa yang dikatakan orang, Ujung Genteng adalah aquarium alam. Pantainya sangat jernih, saking jernihnya kita bisa melihat bayangan kita dengan jelas, di beberapa titik ada batu karang besar yang banyak di jadikan area bernarsis ria oleh para pengunjung, sayang beberapa tumpukan sampah terlihat di sekitar pantai, mencemari keindahan alam yang menakjubkan ini.

Tepat pukul 12.00 kami check out. Dengan ojek kami berencana mengunjungi amanda ratu dan Curug Cikaso (ini juga yang membedakan pergi dengan backpacker dan pergi dengan rombongan kantor).
Setelah perjalanan sekitar 15 menit dengan motor, kami pun tiba di Amanda Ratu. Menurut cerita dulu Amanda Ratu adalah villa milik keluarga mantan Presiden Soeharto. Di Amanda Ratu kita bisa melihat duplikat Tanah Lot yang ada di Bali (Sayang memori card Ayu, yang didalamnya banyak foto Amanda Ratu, termasuk foto kami ketika menyusuri Ujung Genteng terserang virus dari card reader Jono), setelah menikmati Amanda Ratu dan shalat di masjid yang berada di dalamnya, kami segera menuju Curug Cikaso. Sebelumnya kami mampir ke sebuah gubug tempat keluarga pembuat Gula kelapa (gula merah). menurut bapak pembuat Gula kelapa, gula yang ada di Jakarta sudah tidak asli lagi alias sudah di tambah zat lain seperti ubi (membuatku berpikir, apa yang masih asli di jakarta ini). Gula kelapa asli ini seharga 10000 rupiah per kilonya. Tidak tega dengan keadaan keluarga pembuat gula kelapa ini, Ayu membeli 2 kilogram Gula kelapa yang kemudian di masukkan ke dalam ranselnya (:D). Puas mengamati pembuatan gula kelapa kamu meluncur ke curug Cikaso. Jalanan yang cukup lebar dan baik membuat motor di pacu dengan sangat kencang oleh Bapak Ojek, membuat aku mengeratkan genggamanku pada panel motor, sesekali menengok ke belakang untuk memastikan Ayu dan Yelni baik-baik saja.
Di Amanda Ratu

Tidak seperti yang aku duga, ternyata dengan motorpun perjalanan cukup jauh. setelah 30 menit di atas motor, kami tiba di pos Curug cikaso, dan untuk mencapai curug, kami masih harus melanjutkan perjalanan selama 5 menit dengan perahu. Harga sewa perahu sebesar 75 ribu untuk setiap perahunya, dan perahu itu berkapasitas 10 orang. karena kami cuma bertiga, maka kami bergabung dengan grup kecil lainnya sehingga jumlah kami menjadi 7 orang.
Seperti di Ujung Genteng, curug pun dipenuhi pengunjung. curug ini memang indah, tetapi menurutku lebih menakjubkan curug di Cianjur.
Curug Cikaso


Kami sempat mkan siang (yang terlambat) di pos curug, menjadi makan paling memuaskan selama perjalanan. Selain karena enak dengan menu ikan tongkol dan sayur sawi ditambah sambal yang maknyusss, kami hanya perlu membayar 5000 rupiah, padahal gaku punya acara nambah segala.
Selesai makan, kami segera kembali ke terminal Surade untuk mengejar Bus MGI jurusan Bogor, karena menurut informasi Bus MGI ke arah Bogor terakhir berangkat jam 16.00, atau nanti jam 21.00. Sesampainya di Terminal Surade, Bus MGI sudah kosong, terpaksa kami kembali menggunakan angkutan Elf untuk ke sukabumi terlebih dahulu kemudian lanjut ke Bogor.
hingga 2 km pertama, elf berjalan sangat lambat, penumpang sepi. Kami bertiga dari awal sudah sepakat untuk duduk bersama di depan. Sesekali ada ojek yang mengejar elf kami, untuk mengantar penumpang. setelah elf penuh, barulah elf menunjukkan jati diri sesungguhnya, melaju kencang sekencang-kencangnya, yang lebih parah hari sudah gelap, kami yang duduk didepan, tidak dapat melihat tikungan ke kiri atau ke kanan atau lurus saja. Menurut kami hanya Tuhan dan supir Elf yang tahu ke arah mana tikungan berikutnya.
Pukul 12 malam, kami baru tiba di bogor, untungnya kakakku ada yang kost di bogor, sehingga dari terminal bogor kami berjalan kaki ke arah Bintang Pelajar, dan untungnya lagi masih banyak warung makan yang buka di sekitar terminal Baranangsiang sehingga suasana sedikit terang. Sepiring Nasi Goreng dan Segelas Teh manis menutup perjalan kami hari itu.

3 Januari 2010

Pukul 04.30 pagi, kami sudah bangun, bersiap untuk pulang kembali ke depok. Di sekitar Taman Topi kami menikmati sarapan pagi berupa Ketupat Padang. Di kereta kami terkantuk-kantuk, tidak menyadari kaalu ternyata kereta sudah penuh. Beruntung kami mendekap backpack dan day pack kami erat-erat sehingga kondisi kami yang kelelahan tidak dimanfaatkan para pencoleng yang banyak berkeliaran di kereta api.
Setelah kami bertiga melakukan perjalanan yang hampir saja jadi rencana abadi akhirnya kami selesaikan trip ini denagn aman dan lancar. Ayu turun di satsiun depok baru, sedangkan Aku dan Yekni berpisah di Pondok Cina



Ujung Genteng (1st Entri)

Setelah cancel berkali-kali, akhirnya jadi juga aku menyambangi Ujung Genteng. Bersama Ayu dan Yelni teman perjalananku kali ini. Berbekal catatan Perjalanan milik Joko yang ia tulis di facebook kami menelusuri Ujung Genteng, 120 km dari sukabumi.
Awalnya kami berencana untuk berangkat pada malam tahun baru yaitu tanggal 31 desember, akan tetapi setelah di timbang-timbang dan khawatir jalanan akan macet karena perayaan tahun baru, kami putuskan untuk berangkat esok pagi. Kami akan naik kereta ke Bogor menggunakan kereta pertama, karena itu kami janjian untuk bertemu di Stasiun Depok Baru pada pukul 05.30 pagi. Untuk memastikan kami dapat tempat di penginapan, kami menelepon beberapa penginapan. Untungnya masih ada kamar di villa pak Ujang seharga 200 ribu rupiah semalam. Untuk memastikan kami tidak tersesat maka kami print out catatan perjalan Joko.

1 Januari 2009

Awal perjalanan kami sudah tidak lancar, padahal belum sampai mana-mana. Jam 05.20 Ayu menelepon bahwa ia baru saja bangun alias kesiangan, dan sialnya dompetku ketinggalan di rumah. Rencana awal berangkat jam 05.30 terpaksa mundur satu jam. Akhirnya kami naik kereta ke bogor pukul 06.30.
pukul 07.00 kami sudah tiba di Stasiun Bogor, melanjutkan perjalanan ke Terminal Barangsiang. Seharusnya kami mencoba mencari adakah bus Bogor-surade di Terminal, akan tetapi karena kami terpaku pada catatan perjalanan Joko, maka kami tetap naik elf ke Sukabumi. Tidak di nyana, dalam perjalanan ini, keluarlah semua keluh kesah yang selama ini di simpan, perjalanan diisi dengan membahas masalah seputar kantor, rekan-rekan di kantor. Acara gosip di elf membuat perjalanan terasa singkat.

Perjalan kembali terhambat lagi karena Yelni belum mengambil uang, dan uang yang sudah aku siapkan "dipalak" ibuku sebelum berangkat. kami menelusuri terminal sukabumi untuk mencari ATM. Sukur tidak begitu lama kami sudah menemukan ATM bersama.
Dari Terminal Suka Bumi kami naik angkot ke Lembur Situ. Di terminal lembur situ ini, aku sempat kesal pada pada petugas terminal yang meminta uang peron seharga 1500 rupiah per orang, tetapi tidak ada karcis atau tanda terima retribusi yang menyatakan pungutan itu bukan untuk pribadi alias pungutan liar. Ada satu elf ke Surade yang sudah penuh, tetapi karena khawatir sampai Ujung Genteng kemalaman, kami nekat ikut elf ini. Jadilah Ayu dan Yelni berbagi satu kursi, sedangkan aku cukup beruntung walaupun tidak bisa di sebut nyaman juga. Karena hari itu ramai, ongkos elf tiba-tiba melambung sekitar 10% dari yang di tulis Joko, tetapi karena penumpang lain pun membayar harga yang sama, dan menurut penjelasan seorang bapak di sebelahku bahwa jika ramai tarifnya naik, akhirnya kami rela juga membayar 25000 perorang.
Ini adalah Jalur Setan, begitu kata Ayu. Perjalanan Sukabumi Lembur Situ memang sangat menantang, Jalur sepanjang 120 km itu di dominasi oleh belokan ekstreme, membuat kami harus berpegangan kuat-kuat, terlebih Yelni dan Ayu yang harus berbagi kursi. Tikungannya yang membuat perut kami seperti di kocok-kocok ini, tidak membuat supir elf menurunkan kecepatannya, jadilah Ayu menjulukinya Elf Setan.
Sekitar 20 km sebelum Surade, Yelni sudah tidak kuasa menahan isi perutnya untuk tidak keluar melalui mulut alias muntah setelah sebelumnya penumpang di sebelahnya sudah muntah duluan. Untung saja, ada fasilitas plastik gratis dari elf bagi yang mabuk perjalanan. Setelah Yelni, berturut-turut penumpang di belakangku turut mabuk perjalanan, lalu orang di depanku, dan entah berapa lagi orang yang sudah mabuk.
Tepat Zuhur kami tiba di Surade, Setelah Shalat Zuhur kami melanjutkan perjalanan ke Ujung Genteng. saking sedikitnya penumpang dari terminal Surade, si Sopir angkot sampai bersedia menunggui kami makan siang. beruntung karena harga makan sinag kami masih normal. Perjalanan dari Surade ke Ujung Genteng ini, ada suatu bangunan mirip monumen dengan bentuk Rudal, Si Sopir Angkot menjelaskan bahwa ada beberapa daerah di Ujung Genteng yang akan di ambil alih angkatan udara, untuk dijadikan pusat peluru kendali karena letak ujung genteng sebagai bentuk pertahanan keamanan atas kedaulatan negara, akan tetapi rencana tersebut masih ditentang penduduk lokal setempat. Menjelang Ashar kami tiba di penginapan Pak Ujang. Ternyata kamar kami lumayan bersih, Sebuah tempat tidur besar di tambah tempat tidur tambahan, dan kipas angin membuatnya juga cukup nyaman untuk ditempati tiga orang.
Setelah istirahat dan shalat ashar kami menyewa ojek untuk ke tempat penangkaran penyu, melihat pelepasan tukik atau anak penyu ke pantai yang biasanya di lakukan jam 17.00. Tidak seperti yang aku duga, ternyata di sana sudah banyak orang, mungkin karena liburan. Ujung Genteng yang aku pikir hanya didatangi kaum Backpacker karena jalurnya yang sulit, ternyata juga di kunjungi kaum borju. Kami menikmati pantai sambil menunggu waktu pelepasan tukik. pukul 17.15 baru para petugas keluar membawa ember berisi anak penyu yang baru berumur satu hari. Orang-orang yang sebelumnya asyik dengan rombongannya masing-masing bergegas menghampiri penyu. setelah di beri aba-aba oleh salah seorang petugas, penyu pun di lepaskan, pengunjung bersorak sorai memberi semangat pada tukik-tukik itu agar dapat mencapai laut. beberapa tukik berhasil mencapai bibir pantai, yang lain ada yang terbalik, ada yang di hempaskan ombak sehingga kembali ke pantai. Belum sampai laut saja perjuangan Tukik untuk bertahan hidup sudah sulit, pantas saja menurut petugas, dari 100 tukik yang di lepas, hanya satu yang mampu bertahan hidup.
Sebelum maghrib kami sudah kembali kepenginapan. Setelah Shalat Maghrib kami mencari makanan, karena tadi siang kami lupa memesan pada pak Ujang. Untunglah tidak Jauh dari Villa Pak Ujang, ada kedai yang menjual Soto Mie dan sebelahnya ada warung sehingga aku bisa minta tolong pada Ibu warung untuk membuatkan Mie Instant. Lagi-lagi aku beruntung karena Soto Mie yang dipesan Yelni dan Ayu jauh dari harapan sehingga mereka makan sedikit sekali.
Selesai menyantap makan malam, kami kembali ke penginapan. Karena masih suasana Tahun Baru, beberapa pengunjung masih menyalakan kembang api, ribut sekali suasananya dan sedikit mengganggu waktu istirahat.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama