Blogger news

You are reading eza's blog

SHOCK CULTURE : GO TO THAILAND


Walaupun Training Ke thailand bukan merupakan konsep keliling dunia yang aku harapkan, tetapi harus ku akui, pengalaman menarik banyak ku dapatkan...



Ketika akan berangkat menuju Thailand, aku sedikit nervous dengan kemampuan bahasa inggrisku. Walaupun setiap nilai untuk pelajaran satu ini aku selalu dapat nilai memuaskan, tapi aku belum pernah menerapkannya langsung, latihan conversation yang aku lakukan hanya sebatas bicara sedikit dengan beberapa teman chating yang kebetulan dari luar. Maka, ke Luar negeri untuk pertama kali sangat membuat grogi.

Aku membayangkan bagaimana jika aku tidak mengerti apa yang mereka ucapkan, terlebih ini urusan kantor, ada target yang harus aku capai dalam perjalanan ini, maka pundakku terhimpit beban berat.

Kebetulan aku menngunakan maskapai asing, yaitu singapore Airlines. Perjalanan di mulai dari bandara Soekarno Hatta kemudian transit di Changi International airport di Singapura kemudian dilanjutkan ke Suvarnabhumi Airport di Bangkok.

Di ruang tunggu bandara Soekarno Hatta, aku masih mereka-reka, kalimat yang akan aku gunakan untuk menanyakan gate penerbangan ku selanjutnya di Singapura nanti, karena waktu transit hanya sebentar, maka aku pastikan tidak boleh nyasar, dan untuk memastikannya mungkin aku perlu bertanya.

Tepat 15 menit sebelum jadwal keberangkatan, para penumpang dipersilahkan masuk ke dalam pesawat. aku perhatikan kembali nomor tempat dudukku, dan di pintu pesawat seorang pramugari dan pramugara tersenyum ramah pada setiap penumpang, sambil memeriksa boarding pass mereka. Semakin lama aku semakin mendekati kedua awak pesawat itu.

"Sorry mam, can we look your boarding pass?" tanya si Pramugari.

Aku gelagapan...

Hey... ini masih di jakarta...

Tidak perlu bicara dalam bahasa inggris...

Aku perlihatkan boarding pass-ku ke pramugari tersebut.

Kemudian ia mengucapkan lagi beberapa kalimat, aku hanya mengartikannya berdasarkan insting saja. Ia hendak memberitahu letak kursiku, karena memang pesawat yang aku tumpangi berbadan lebar sehingga terdapat tiga kolom kursi dengan susunan 3-2-3, aku mengikuti petunjuk si pramugari. Kemudian duduk dikursiku. Tepat dekat jendela.

uhhh.... ternyata tiak perlu menunggu sampai singapura atau bangkok untuk menerapkan pelajaran bahasa inggris, bahkan pesawat masih di Jakarta aku harus mulai terbiasa.

Fork not Pork

Ini pengalaman ketika makan malam dengan Miyachi San yang orang jepang di Thailand. Menu malam itu adalah seafood. cumi, udang, kepiting denagn segala macam jenis olahan yang aku gak ngerti apa namanya.
Lalu kuperhatikan hanya ada sumpit di atas meja. Walaupun biasa makan mie ayam pakai sumpit, tetapi jelas aku gak pede pakai alat makan ala jepang itu untuk makan kepiting. daripada nanti buat malu karena kepiting loncat dari sumpitnya, maka aku dengan penuh percaya diri meminta sendok and garpu ke pelayan resto. sialnya si pelayan tidak terlalu paham bahsa inggris dan Miyachi San yang mengundangku makan lupa bahasa Thai-nya garpu and sendok.

"Pork...??? muslim...??? u want pork...???" kata si pelayan yang keheranan sambil menatap kerudungku.

"not Pork... Fork...!!! Fork!!! ffffork...!!" kataku menegaskan pesananku.

akhirnya Miyachi san inisiatif menggunakan bahasa isyarat, untuk berkomunikasi denagn si pelayan. dan kemudian jreenggg.... datanglah garpu pesananku...

I ask Fork, not Pork

We have our Own Pronounciation

Derita kita yang bahasa inggris pas-pasan tetapi sudah nyasar ke negeri orang adalah kepercayaan diri. sering kita merasa khawatir lafal english yang kita ucapkan tidak benar. lima hari di Thailand cukup banyak memberikan aku pandangan baru.

Di airport Suvarnabhumi aku dijemput Mr kitty (yang asli mirip hello kity) yang orang Thai Tulen.lafal-lafal englishnya cukup membuat aku berkerut-kerut. selama perjalanan ia menyebutkan nama merk instrument analysis "berginlemeh". penasaran denagn merk yang ia sebutkan. Ternyata setelah aku lihat alat tersebut langsung aku baru tahu kalau yang dimaksud beliau adalah "perkin Elemer".
Setelah bertemu dengan Miyachi San, lebih runyam lagi. Beberapa bosku orang jepang, dan aku sudah tahu bagaimana pronounciation mereka. Orang jepang (terutama kaum konservatif, alias yang kemampuan englishnya pas-pasan) kesulitan dalam mengucapakan huruf "L", maka ketika Miyachi San mengucapkan "Turn Right" aku harus benar-benar mengerti keadaan sehingga aku tahu kalau maksud sebenrnya adalah "Turn Light".
Setelah bertemu nona-nona thailand aku lebih terkesima lagi mendengar mereka mengucapkan "epen" untuk kata "apple"

Next... aku nggak akan khawatir lagi dengan pronounciation atau sejenisnya... karena semua bangsa yang tidak menggunakan english sebagai bahasa nasionalnya, selalu terpengaruh oleh bahasa ibunya... maka kita, orang thai atau japanese memiliki our own pronounciation

You dont need dictionary

Masih seputar ketidak percaya dirian akan bahsa inggris. Aku mempersiapkan sebuah kamus saku utnuk menemaniku selama diperjalanan. untuk membantu memahami jika ada kata yang aku tidak mengerti. maka kamus mungil ini selalu kusimpan dalam tasku.
Kamus boleh saja dibawa... tapi kenyataannya kita tidak membutuhkannya. Tidak sempat tentu saja, repot sudah pasti... yang jelas kamus saku pada umumnya hanya mencantumkan kata-kata yang sudah umum.
Jika kita kesulita dalam memahai pembicaraan orang lain, daripada ribet buka kamus, lebih baik meminta dia mengulang perkataanya dengan kalimat yang lebih mudah.

Alcohol... makes our english better

hubungan antara alkohol dan bahasa inggris pertama kali aku dapat di buku "Honeymoon With My Brother" karya Franz Wisner. Diceritakan Franz berkencan dengan wanita rusia yang kemampuan bahsa inggrisnya hanya 20 kata saja, tidak lebih. Setelah berbincang-bincang dan menghabiskan beberapa gelas vodka, si rusia mulai mabuk, dan mulutnya mulai melantur tidak karuan, mengeluarkan kalimat-kalimat dalam bahasa inggris lebih lancar dari pada dalam keadaan sadar.
Hal serupa kutemui di Thailand. Adalah Mr Anand tokoh utamanya. awalnya beliau malu berbicara dalam bahasa inggris, dan sesekali ia megingatkan kami untuk berbicara perlahan-lahan karena ia merasa bahasa inggrisnya buruk. Setelah menenggak beberapa gelas Bir, ia bukan saja tidak lagi meminta kami bicara perlahan, tetapi sudah mahir berpidato dalam bahasa inggris. Aku yang teringat kisah Franz Wisner denan Gadis Rusianya, jadi geli sendiri melihat tingkah polah Mr Anand.


Hey... I am A Man

Ini cerita dari Seorang pria berkebangsaan Jepang lainnya (aku lupa namanya). Begitu menginjakkan kaki di Thailand, Beliau belajar dengan cepat. Setelah memperhatikan beberapa orang di airport, ia berkeyakinan bahwa ketika menyapa, orang Thailand menyebut "Sa wa dee ka". pelajaran pertama.

Merasa yakin, ia menyapa beberapa orang Thailand " Sa Wa Dee Ka"

Beberapa orang Thai yang disapanya makah ketawa cekikikan. Ada apa? Ia jelas tidak salah. Ia mendengar sendiri, beberapa gadis di Airport Suvarna bhumi menyapa temannya demikian.

Maka ketika ia temui seorang temannya yang kebetulan sudah lama di Thailand, ia menyapa...

"Sa Wa dee Ka"

Si Teman ini terhenyak.

"Jadi sekarang anda seorang wanita?" Ucap kawannya.

Si pendatang baru, mengernyitkan dahi, tanda tidak menegrti.

" Akhiran Ka untuk wanita, Pria Ucapkan Kap"

" Jadi Katakan sa wa dee kap, jika anda pria"

Jelas sudah apa yang menimpanya seharian ini. Kejantanannya di ragukan beberapa orang Thai hanya karena ia mengucapkan Sa Wa Dee Ka

"oopsss... jelas saya seorang pria... Seorang pria yang terlalu cepat belajar..."







Posting Lebih Baru Posting Lama