Blogger news

You are reading eza's blog

Februari 2010

Semangat, Riri...!!!


Riri, gadis tomboy 19 tahun itu sudah ku kenal sejak beberapa tahun silam, saat itu ia masih duduk di bangku sekolah dasar, masih suka main futsal, dan masih menjadi santri di Taman Pendidikan Alquran tempat kakakku mengajar. Seperti gadis tomboy lainnya, jalannya gagah seperti laki-laki, aku tidak pernah sekalipun melihatnya memakai pakaian agak sedikit feminin, pakaian kebesarnnya bergaya casual, dengan kaos sebagai andalannya, dan potongan rambutnya selalu pendek, Riri pernah memanjangkan rambutnya hingga sebahu ketika masuk usia ABG :D.

Aku teringat kejadian sekitar tahun 2004, saat itu Riri baru lulus SD dan mengingat ia anak yang berprestasi kami yakin Riri bisa masuk SMP negeri unggulan di kota Depok. sayangnya, saat itu adalah ketika sistem penerimaan siswa baru diubah dari berdasarkan NEM, menjadi tes internal sekolah. Dulu ketika masih berdasarkan NEM kita dengan mudah memastikan ada kecurangan atau tidak. Proses yang terjadi dengan sistem ini adalah NEM para calon siswa di daftar, jika kapasitas sekolah 400 orang maka siswa yang diterima adalah 400 orang yang memiliki NEM tertinggi. Pada akhirnya kita mengetahui berapa NEM minimal yang diterima di sekolah tersebut.

Berbeda dengan sistem penerimaan siswa dengan seleksi internal. Setelah melewati UAN, para siswa harus menempuh ujian masuk yang diselenggarakan internal sekolah. sehingga yang diterima adalah mereka yang memiliki nilai ujian masuk tertinggi. Nilai yang kita tidak bisa kontrol sama sekali.

Meskipun kami yakin Riri bisa menembus ujian masuk tersebut pada akhirnya kami mendengar Riri gagal masuk ke SMP favorit itu. Ternyata bukan hanya kami yang tidak percaya pada hasil tes tersebut, masih banyak orang tua lainnya yang meragukan kejujuran tes ini. Alasan yang dilontarkan pihak sekolah adalah mungkin saja, ketika Ujian Nasional si anak belajar dan ketika ujian masuk SMP anak tersebut tidak belajar. Alasan yang aneh mengingat siswa yang diprediksi masuk banyak yang gagal, kebetulan yang aneh kan...??. Tetapi apa daya, orang-orang seperti Riri hanya bisa pasrah pada tindak-tanduk orang-orang yang diragukan kejujurannya, gagal masuk ke SMP negeri, Riri terpaksa masuk ke SMP swasta.

Lulus SMA, Riri memilih masuk program diploma 3 di perguruan tinggi di kota Bogor. Darinya, aku tahu kalau biaya kuliah di sana mencapai 3 juta rupiah per semester, belum lagi uang yang dibayarkan sebagai uang masuk. Jumlah yang menurutku sangat besar untuk ukuran perguruan tinggi negeri. Bukan perkara mudah mencari uang 3 juta per enam bulan. itu belum termasuk ongkos, foto kopi, membuat makalah dan tetek bengek lainnya, yang membuat biaya pendidikan tinggi tidak murah. Tidak cukup sampai di situ, telat sehari dari jadwal yang ditetapkan membuat para mahasiswa ditambah bebannya dengan membayar denda. Seperti yang Riri ceritakan. Ayahnya terpaksa membayar denda 300 ribu rupiah, karena terlambat membayar uang semester sebesar 3 juta rupiah. Aku terheran-heran pada denda ini. Karena Riri kuliah di perguruan tinggi negeri. Aku saja yang kuliah di swasta sekalipun tidak pernah kena denda padahal hampir tiap semester aku terlambat membayar uang semester.

Tidak ada yang bisa aku lakukan untuk Riri selain bersimpatik. Aku harap ia masih bisa menyelesaikan kuliahnya dan tidak menyerah ditengah sistem pendidikan Indonesia yang masih saja carut marut. aku hanya bisa terus memberinya semangat... Semangat Riri...!!!


Angkot dan Sepatuku

Bagi orang-orang seperti aku yang pekerja, mereka yang pelajar serta mahasiswa, naik turun angkot adalah hal yang sudah menjadi rutinitas. Saking dikerjakan setiap harinya, sampai ada beberapa hal yang ku anggap sebagai gangguan tetap yang terjadi secara berkala, seperti sopir angkot yang nge-tem terlalu lama, atau kebiasaan penumpang angkot yang malas turun naik di halte, sehingga membuat para sopir mengambil blunder untuk kucing-kucingan dengan polisi dan berisiko kena tilang demi tambahan setoran 3000 perak.

Model gangguan lainnya adalah cara penumpang duduk di angkot, mbak-mbak yang pakai rok pendek sering menghabiskan tempat dengan dengan duduk serong 45 derajat, atau bapak-bapak yang duduk melebar membentuk sudut 60 derajat, juga kalau angkot penuh, dan tinggal menyisakan satu kursi lagi, penumpang terakhir ini harus susah payah nge-rangsek sampai ke pojok karena penumpang yang sudah ada tidak mau geser ke dalam.

Senin pagi, aku sengaja mencari angkot yang sudah hampir penuh agar waktu tidak habis karena acara nge-tem. Dan sepeti biasa, penumpang yang sudah di dalam enggan geser sehingga aku susah payah mencari tempat duduk ku di pojok sana. Sudah sempit, ditambah lagi Si sopir sudah tancap gas kembali karena dari belakang polisi sudah membelalakkan mata, membuata persoalan sepele seperti naik angkot jadi bikin emosi

Setelah diperhatikan ternyata penumpang angkot sebagian besar adalah karyawan pabrik elektronik di Jalan Raya Bogor yang aku perkirakan baru saja pulang shift 3. di depanku dua orang pelajar SMA dan ibu yang baru pulang dari pasar. Tepat disebelahku adalah wanita cantik dengan penampilan modis, rok span super pendek dan kakinya hanya dibungkus sandal yang banyak lilitan talinya mirip sandal yang dipakai prajurit Roma dalam film Gladiator dan tampak seperti pegawai bank.

Karena kesal sudah merusak pagi yang seharusnya semangat ini, aku melangkah garang keluar dari angkot hingga aku menginjak kaki si pegawai bank. Sial buat si pegawai bank , aku lupa kalau pagi itu aku berangkat kerja menggunakan sepatu safety dengan pengaman dari besi yang dideaign untuk menahan beban puluhan kilo yang juga dipakai oleh satpam, polisi, tentara atau pekerja bangunan. Terinjak sepatu model ini tentu saja membuatnya menjerit sekeras-kerasnya apa lagi kakinya cuma dilindungi lilitan tali ala prajurit roma itu.aku yang sudah di luar angkot tidak peduli dan terus melaju menuju tempat kerja.

Sesaat setelah turun dari angkot, aku tersenyum lebar, tanpa sengaja aku telah memberi pelajaran pada penumpang angkot lainnya yang suka seenaknya sendiri.


MEREKA BILANG, INI BUKAN ZAMAN SITI NURBAYA

Suatu senja, aku dan tiga orang sahabat berkumpul di pusat perbelanjaan di Depok. Tepat di hari aku membaca catatan di facebook Yeli yang berjudul "Kapan Nikah". Kebetulan, kami berempat adalah wanita single yang sudah sepantasnya memasuki gerbang pernikahan, hanya saja waktunya belum tiba. Seperti biasa, setelah ngalor ngidul kesana kemari, menghamburkan apa saja yang ada di benak kami, membahas isu selebritis, sampai menyerempet urusan politik, pada akhirnya kami selalu kembali ke urusan genting , Jodoh.

Berawal dari curahan hati Nina, ia beberapa hari ini kerap pulang lebih malam demi menghindari obrolan dengan orangtuanya yang berkaitan dengan perjodohan. Pasalnya, saat umurnya menginjak 28 tahun ia belum menemukan pendamping hidup yang membuat kedua orangtuanya berinisiatif mengenalkan nina dengan Pemuda yang sudah mereka kenal. Baru saja sebatas wacana, Nina menolak ide itu mentah - mentah.

"Hari gini, masih dijodohin?, cape deh!!" begitu kata Nina.

Ya ampun Na, emang bonyok lo tuh terlampau kolot" . kali ini sari yang berpendapat.

Dan diskusi tentang dijodohkan orang tua ini tampak mencapai aklamasi, hampir semua berpendapat bahwa dijodohkan sudah tidak relevan lagi dengan zaman serba canggih ini.

Tetapi baru tampak mencapai aklamasi, karena aku belum mengeluarkan pendapatku.

Nina, sari dan Ajeng mulai menyadari kalau dari tadi aku hanya menjadi pendengar setia mereka.

"Menurut lo gimana Za?" Tanya Nina.
"Hmmm...!!!"

"Jangan hhhmmm aja dong Za!!" Sari mulai kesal

Aku masih diam

"Za...???" Ajeng pensaran menunggu jawabanku.

Aku diam beberapa saat menatap wajah sahabat-sahabatku yang menanti jawabanku dengan harap-harap cemas.

"Begini..." aku mulai bicara sambil membenarkan posisi dudukku.

"Kalau orang tua gue mau menjodohkan gue dengan seseorang, gue nggak akan keberatan" kataku yakin-seyakinnya.

"Hah... yang bener aja Za" Nina menentang keras pendapatku.
"Emang ini zaman Siti Nurbaya Za," kata Nina lagi.

"Iya Za, cukup Situ Nurbaya aja yang menderita karena dijodohkan orang tua" Timpal Ajeng.

aku tersenyum, aku sudah duga respon mereka seperti ini.

"Ok, ini memang bukan zaman Siti Nurbaya" kataku.

"Dan orang tua gue juga nggak seperti orang tua Situ Nurbaya. Seburuk apapun keadaan kami, Orang tua gue nggak akan mungkin menjodohkan gue dengan seseorang yang tipikal Datuk Maringgih. gue percaya bahwa mereka akan memberikan gue yang terbaik, karena dari dulu mereka selalu begitu, memberikan yang terbaik buat gue." Aku mencoba menjelaskan.

"Kecuali lo berpendapat orang tua lo adalah tipe orang lemah yang menggadaikan kebahagiaan anaknya demi sesuap nasi buat besok" aku menambahkan.

Mereka bertiga diam.

"Ya... orang tua gue juga nggak kaya gitu kali Za... cuma nggak enak aja, masa dijodohin" Kata Nina

"Lho bonyok lo juga kan baru mau mengenalkan, bukan harus merit sama cowok itu kan" kataku lagi.

"Apa salahnya, siapa tahu jalan jodoh lo memang seperti itu." Kataku lagi

Sempat terdiam beberapa lama, kami kembali ke topik-topik ringan untuk mencairkan suasana. Creeps yang sudah habis kami lahap, menjadi pertanda bahwa pertemuan hari ini usai.

***

aku tengah mencari bahan untuk ku tulis lagi di blog, beberapa cerita sebenarnya sudah aku siapkan, sampai tiba-tiba handphoneku berbunyi. SMS dari dari Nina rupanya.

Za, sorry banget besok gue nggak bisa ikutan Jenguk Ela, gue ada janji sama Wisnu. begitu bunyi pesannya.

aku mengernyitkan dahi, Wisnu? siapa wisnu? Perasaan Nina belum cerita tentang cowok yang namanya wisnu. aku kebingungan. ingin ku balas SMS nya dan menanyakan perihal cowok misterius itu. tetapi... ah sudahlah. Meskipun Nina sahabatku, aku tidak mau terlalu ikut campur urusann pribadinya.

Tiba-tiba satu pesan masuk lagi ke Handphoneku. Ku buka, ternyata Nina lagi.

Wisnu itu cowok yang dikenalkan bonyok gue kemarin. ternyata orangnya lumayan, and asyik juga di ajak ngobrol, he... he...

Aku tertegun. Mengingat kembali diskusi kami tentang dijodohkan orang tua beberapa hari lalu. Aku senyum-senyum sendiri.

"Ya ampun Na... ini bukan zaman Siti Nurbaya." kataku sambil geleng-geleng kepala. Tiba-tiba aku punya ide segar untuk postingan terbaru di blog.

DI FESTIVAL KOTA TUA

Aku teringat pada acara Jakarta City Tour 2 yang diadakan Backpacker Murah. Walau sudah terlalu terlambat untuk di posting. tetapi cerita ini sayang kalau dibiarkan, kemudian akan hilang begitu saja.

Jakarta City Tour 2 mengambil tema keliling Kota Tua Jakarta. Dari Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, Jembatan Kota Intan, Klenteng Petak Sembilan di Glodok dan terakhir ke Pelabuhan Sunda Kelapa.

Usai bernarsis ria di Jembatan Kota Intan, kami naik Kopaja yang melaju khusus mengangkut anak BM yang jumlahnya mungkin 50-an orang menuju Klenteng Petak Sembilan Di kawasan Glodok. Begitu sampai di sana, kawasan itu sudah dipenuhi orang-orang Tionghoa yang sepertinya akan merayakan sesuatu, setelah diselidiki ternyata ada perayaan Sejit Bio Fat Cu Kung sekaligus mengisi Festival Kota Tua sehingga akan ada karnaval keliling Kota . Karena kami gagal masuk ke dalam Klenteng. Akhirnya kami, segera melanjutkan perjalanan kembali ke Museum Fatahillah (kali ini jalan kaki).

Di tengah perjalanan kami, bertemu rombongan karnaval ini, yang ternyata pesertanya banyak sekali. Bukan hanya di isi orang-orang Tionghoa, bahkan TNI pun ikut berpartisipasi. Dan bukan pula hanya di isi oleh orang Tionghoa Jakarta, dari papan nama yang mereka bawa diketahui kalau peserta juga berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat. Pakaian mereka yang mayoritas merah mencolok membuat karnaval yang panjang itu sangat menarik. Mereka memainkan Barongsai, ada arak-arakan yang berisi patung dewa yang ditandu dan dibawa oleh beberapa orang pria. orang-orangTionghoa yang dilewati arak-arakan tersebut ada yang memasukkan Angpao ke dalam tandu tersebut

Kejadian yang paling menarik adalah, ketika aku yang terpesona pada arak-arakan tersebut, memancing seorang peserta untuk menawarkan aku ikut serta membawa salah satu tandu.

"Mau coba nggak mbak?" begitu katanya.

aku yang terheran-heran dan masih kebingungan, tergagap menyatakan mau mencoba.

Akhirnya inilah yang terjadi. Sahabatku Endah sempat mengabadikan Kejadian menarik ini.
Koleksi Foto : Suryani Endah Sari

Aku Sempat ikut membawa tandu hanya sekitar satu atau dua menit karena ternyata tandu itu masih berat walaupun sudah banyak sekali orang yang ikut menggotong. hhmm.. coba perhatikan warna bajuku yang kontras berbeda dengan peserta karnaval, dan perhatikan sumringahnya aku karena pengalaman langka ini.

Selesai menandu, aku sempat tanyakan pada Yeli dan Endah, dari sekian banyak orang yang menonton di pinggir jalan, kenapa aku yang di ajak ikut nandu, dan jawaban kedua sahabatku itu sama, yaitu AKU MUPENG.

STANDARD GANDA, DIMANA-MANA STANDARD GANDA...

ketika krisis ekonomi melanda, pengusaha memakainya sebagai alasan menaikkan gaji karyawan dalam jumlah yang terlampau kecil. Ketika Ekonomi cemerlang, inflasi bisa ditekan dan perusahaan untung milyaran rupiah, perusahaan mengatakan "inflasi segitu ya gaji naik segitu".

Ketika kita berkoar-koar tentang anti korupsi, ternyata kita sedang korupsi waktu.

ketika mahasiswa sibuk mengkritisi ketidakjujuran pemerintah, mahasiswa lihat jawaban teman sebelah ketika ujian.

Ketika kita benci disakiti, kita kerap menyakiti.

ketika Seorang Suami hendak menikah lagi dengan alasan diperbolehkan agama, ia lupa jika menyakiti istrinya, ia telah melanggar perintah agama.

Ketika Seorang Pria mau meresmikan hubungannya dengan wanita secara hukum agama, ia menggunakan hukum negara untuk tanggung jawab ekonomi dan waris bagi anak-anaknya.

Suatu negara di larang memanfaatkan nuklir oleh negara yang sudah memilikinya.

Sekelumit kejadian di kehidupan kita yang sangat menggelikan. Begitu banyak alasan yang kita buat demi membenarkan segala tindakan kita. Alasan yang dibuat unuk menghindari tanggung jawab. membuat hukum B dibelakang hukum A, dan hukum C untuk membayangi hukum B, dan jika semua tidak berhasil kita akan membuat hukum D, E, F, G dan seterusnya, dan sialnya itu terjadi dari masyarkat terkecil sampai yang mendunia

Tidak pernah kita sadari, ternyata hidup kita penuh dengan polemik, polemik yang kita ciptakan sendiri karena kita terlalu egois, terlalu pengecut untuk bertanggung jawab, terlalu takut untuk kalah, dan terlalu sombong untuk mengaku salah.


Cerita Menjelang PialaThomas dan Uber 2010

2010, saatnya piala Thomas dan Uber diperebutkan kembali. Aku teringat pada perhelatan Thoma Uber dua tahun lalu di Jakarta, dimana aku bersama 7 orang teman sepakat untuk menyaksikan langsung Kompetisi bergengsi itu langsung di Senayan, karena kesempatan untuk digelar di jakarta lagi mungkin masih beberapa tahun kemudian. Walaupun Tim piala Thomas dan Uber Indonesia ketika itu tidak difavoritkan juara karena dominasi China yang belum terbendung negara manapun, terlebih Tim Uber Indonesia yang secara individu minim prestasi tidak menyurutkan niat kami untuk memberi semangat pada pahlawan olahraga.

Tidak disangka, Tim Uber Indonesia yang hanya ditargetkan masuk semifinal waktu itu, bisa adu kemampuan dengan raksasa bulutangkis di partai final. Mengetahui hal itu, kami berburu tiket masuk stadion untuk partai final Uber tersebut. Setelah berburu informasi, kami ketahui kalau pembelian langsung tiket bisa dibeli di Senayan, tetapi satu orang hanya dapat dua tiket. Karena kami berdelapan, kami tidak punya waktu untuk mengantri tiket yang katanya antriannya sudah panjang. Tidak patah arang, kami menelepon Customer Service salah satu bank sponsor, dan gagal lagi karena untuk mendapatkannya harus dengan kartu kredit bank tersebut, yang kami semua tidak punya. Aku teringat pada tetanggaku yang bekerja di Bank, dan langsung menghubunginya. Lagi-lagi kami kecewa, karena menurut tetanggaku, tiket sudah habis, ludes tidak tersisa.

Putus asa hanya berlangsung beberapa menit saja, kami dapat informai kalau di Senayan di pasang big screen, sehingga bagi yang tidak dapat tiket bisa nonton bareng di sana. Tidak bisa nonton di dalam stadion, di sampingnya pun jadi. Kami langsung meluncur ke Jakarta. Touring dengan 4 motor dari Cibubur, dan 45 menit kemudian tiba di salah satu area parkir Stadion Gelora Bung Karno, tempat big screen berdiri mantap dengan jumlah penonton yang banyak, sebagian cuek melantai tanpa alas, sebagian menjadikan sandal atau koran sebagai alas duduk, lampu sorot dari dalam stadion terlihat menari-nari kesana-kemari dan sesekali penjual minuman menawarkan dagangannya menjadikan suasana mirip nonton layar tancap, tetapi tidak mengurangi semangat kami untuk memberi dukungan pada atlet bulutangkis Indonesia yang berlaga.

Kami segera mencari posisi duduk yang nyaman. Dan pas kami duduk, pas pertandingan pertama di mulai. Maria Kristin menghadapi Xie Xing Fang di partai pertama. Kami bersorak kegirangan jika Maria mendapatkan point, dan bersorak jengkel jika Xie yang berhasil mencuri angka. ada saja alat untuk membuat bunyi-bunyian. yang paling murah ya tangan sendiri, tetapi karena kelamaan sakit juga, akhirnya ada yang menggunakan botol plastik bekas minuman, dan beberapa ada yang memakai sepasang stik panjang dari plastik menyerupai balon, yang jika ditepuk akan mengeluarkan bunyi. Kami celingukan mencari asal-muasal benda lucu itu, ternyata dijual seharga sepuluh ribu rupiah sepasang. Kami membeli delapan pasang. Sayang stik tersebut jarang kami pakai karena Partai Pertama ini dominasi pemain China tidak dapat diatasi dengan baik oleh Maria, membuat stik yang baru kami beli lebih banyak nganggur daripada beraksi.

Partai Kedua dimainkan partai ganda. Lilyana Natsir dan Vita Marissa memberikan perlawanan keras pada lawan. Membuat jantung kami berdegup lebih cepat, kerongkongan sakit karena terlalu banyak berteriak, dan stik kami kempes karena terlalu banyak dihantam ke pasangannya. Saking ramainya, suara dari dalam stadion terdengar hingga ke luar, suara yang tidak membuat kami iri, karena di sini pun tidak kalah hebohnya. Setelah kalah di set pertama, kami berteriak sejadi-jadinya ketika Pasangan Indonesia berhasil merebut set kedua. kami yang tadinya duduk melantai spontan berdiri dan berjingkrak kegirangan karena masih ada harapan. Awal set ketiga suasana masih gaduh, karena pertarungan masih sengit. Sayang, disaat-saat terakhir Lilyana dan Vita seperti kehabisan tenaga, membuat kami terduduk lemas menyaksikan kekalahan yang kedua.
Partai ketiga sudah dapat dibaca hasilnya, maka sebelum pertandingan habis, banyak dari penonton yang angkat kaki dari tempat duduknya. Kami masih sempat menyaksikan akhir Final Piala Uber, pulang dengan tangan merah dan suara serak, dan lebih menyedihkan mengetahui lagi-lagi Piala Uber kembali ke China, Tetapi kami tetap berharap Perebutan Piala Thoma dan Uber berikutnya Indonesia berjaya.

Dua tahun kemudian, apa yang kami impikan sepertinya masih jauh dari harapan bahkan menurutku prestasi Atlet Bulutangkis kita kian menurun saja. Jika pada perebutan Thoma Uber 2008 lalu ada Markis Kido dan Hendra Setiawan yang eksis sebagai Ganda Putra terbaik sedunia, dan ada Lilyana Natsir dan Nova Widianto yang berkibar sebagai Mix Double paling jago sejagad, yang membuat TimThomas ditargetkan melenggang ke Final waktu itu (walau akhirnya gagal juga). Thomas dan Uber kali ini diawali dengan minim prestasi. Prestasi Markis dan Hendra menurun sebelum PBSI memiliki penggantinya, hal yang sama terjadi pada Nova dan Lily.

Tidak ada regenerasi bisa dipastikan penyebebnya. Aku sempat tidak percaya, ketika melihat susunan Tim bulutangkis Sea Games di Laos akhir tahun lalu masih menurunkan Markis dan hendra serta Sony Dwi KUncoro yang nota bene, bukan levelnya lagi main untuk Sea Games. Lebih-lebih membaca artikel tentang Maria Kristin yang kalau saja 2012 nanti masih berumur dibawah 25 tahun masih akan diikutkan dalam PON untuk membela Jawa Tengah. Jika PON saja masih mengandalkan pemain sekaliber Maria Kristin, kapan yang junior bisa unjuk gigi. Pantas saja tidak ada regenerasi Bulutangkis Indonesia. Pantas saja prestasi bulutangkis kian merosot.


KULIAH SAMBIL KERJA

(Sebenarnya ini posting di blogku lainnya yang sudah tidak pernah ditengok lagi, makanya bahasanya masih ber-lo gue ria gitu, karena waktu itu masih jadi preman pasar. Lomba Blog UII kemarin mengingatkanku pada posting ini. merasa sayang kalo di buang jadi ya... di copy paste deh...!!)

Mau kuliah padahal sudah kerja??? kalau iya, mesti pikirin dulu matang-matang. karena kerja sambil kuliah itu menghabiskan banyak tenaga, waktu dan yang jelas sih duit ... (Lebih banyak dari orang kuliah tok) nih aku punya sesuatu untuk dijadikan bahan pertimbangan.

1. Niat

yang perlu diperhatikan adalah pelajari dulu niat kita. Sudah mantap? apalagi untuk lulusan SMA yang mau langsung ambil S1... waduhhh pikirin mateng-mateng. karena normalnya untuk lulusan SMA yang mau ambil S1 butuh waktu 4 tahun. dan 4 tahun kerja sambil kuliah, oooo nggak gampang. jangan bayangin kalau sudah jadi sarjananya tapi bayangin prosesnya. 4 tahun pulang malam, atau sabtu minggu yang harusnya istirahat, ini harus kuliah, gue yang ambil kuliah malam rekor pulang jam 22.30 tiap hari senin waktu semester dua, sampe rumah dah jam 11 teng, jangan harap sampe rumah lo bisa langsung tidur. tenaga akan banyak terbuang dan kalau niat lo setengah-setengah tenaga yang akan lo habisan akan lebih banyak. berat banget. jadi banyak-banyak dulu shalat istikharah, pikirkan masak-masak, dan bulatkan tekad.

2. Lihat dan perhatikan isi dompetmu

biasanya program khusus ini biayanya lebih mahal daripada program reguler (kan dosennya lembur). Menurut gue, lo perlu buat peta keuangan lo. setiap bulan berapa rupiah uang yang bisa lo save untuk kuliah.,belum lagi untuk biaya buku, dan tetek bengek lainnya yang hari gini udah gak ada yang murah. kecuali kalau kita kerja n kuliah n masih bisa nodong nyokap, wah itu lain lagi ceritanya. tapi lo harus tetap perhatikan dana untuk rekreasi, senang-senang dan dana untuk melakukan hobi lo, jangan sampe lo sudah kerja, kuliah tapi gak bisa senang-senang.
Nih gue kasih contoh data keuangan gue

Gaji : 1.500.000 (waktu nyusun rencana keuangan ini, jangan ambil pendapatan lo yang sudah ditambah lemburan atau pendapatan lo yang gak pasti, tapi ambil nominal yang lo pasti dapet tiap bulan)
Beli buku (Hobi) : 100.000
ongkos + jajan : 300.000
jalan-jalan : 200.000
biaya tidak terduga : 200.000
sisa uang : 700.000
jadi dana untuk kuliah cuma sekitar 700.000 tiap bulan.
Pemetaan uang ini bisa untuk menentukan kampus mana yang mau lo masukin, gak mungkinkan gaji UMR tapi kita mau masuk kampus bertaraf internasional (kecuali beasiswa dsb).

3. Ceritakan ke Keluarga

Jangan dikira, mentang-mentang duit sendiri lo gak perlu keluarga. banyak manfaat dengan mendiskusikan rencana lo ke keluarga. contohnya, kalau biasanya ade lo minta jatah pulsa 100 ribu tiap bulan, dengan berbagi kita bisa mengharapkan ade kita itu ikhlas jatahya dikurangi 1/2nya. atau kalau biasanya lo bisa nyumbang buat beli ayam goreng dalam 10 hari pertama tiap bulan, mungkin keluarga lo bisa ngerti kalau setelah kuliah lo cuma bisa nyumbang ayam goreng cuma pas hari gajian aja, atau ade lo yang kalo disuruh, minta upah mulu kaya pak ogah, mungkin akan tergerak hatinya untuk memberi pertolongan ngetikin tugas makalah kita cuma-cuma. atau pengalaman gue nih... nyokap gue yang tercinta ikhlas, rido nyetrikain baju gue karena beliau gak tega ngeliat anaknya longshift tiap hari he...he... yang jelas hal-hal seperti itu akan sangat membantu proses kuliah lo.

3. Lapor ke atasan???

beberapa perusahaan tidak menginginkan karyawannya kerja sambil kuliah. mungkin dianggap akan mengganggu pekerjaan. atau mengurangi performance kerja kita secara energi kita sudah gak sepenuhnya untuk kerja. nah untuk hal ini lo perlu selidiki dulu baik-baik, apa bos lo cukup bijaksana untuk menerima keinginan lo untuk kuliah . kalau bijaksana sih gak ada masalah tapi kalau dia keberatan, bisa gawat. rencananya dengan kerja bisa buat bayar kuliah, ehh ini baru kuliah udah dipecat, gak lucu kan. paling Enak kalo bilang dulu, jd kalau pas ujian and ada yang urgent bos lo bisa lebih ngertiin, and lo bisa ujian dengan tenang. Tetapi semuanya tetap kembali ke kondisi kantor lo.


4. Pilah-pilih kampus

Letak kampus ini menurut gue penting banget. Karena beda sama kalau kita kuliah aja. Kalau kita kuliah aja dan mau masuk ke jurusan teknik, maka yang dituju langsung ITB, atau kalau mau jadi petani berdasi, langsung meluncur ke IPB. Tapi kalau kita sambil kerja pikir-pikir dulu rumah di depok kuliah di IPB darmaga. Bisa remuk badan. jangan sampe tiap hari pulang kerja lo lari-larian ngejar bis ke kampus, and pulangnya bareng sama buruh pabrik yang baru pulang shift 2. Kita sudah bakalan stres sama tugas kuliah, stres diomelin bos, jangan sampai nambah stress dengan hal gak penting semacam ngejar bis untuk sampai di kampus. pengalaman gue sih, saking pentingnya, gue sampe belum mikirin jurusan, yang penting ketauan dulu kampusnya dimana, tapi hati-hati juga jangan asal milih, pastikan kampusnya emang punya program khusus karyawan. karena program khusus ini biasanya gak seketat program reguler. jd kalau kebetulan harus dinas luar atau sejenisnya gak terlalu jadi masalah (biasanya program khusus ini memberikan banyak dispensasi) . yang jelas jarak dari kantor ke kampus and dari kampus ke rumah gak boleh terlalu jauh. Pengalaman temen gue yang rumahnya dibekasi, kerja di cikarang dan kuliah di cimanggis hasilnya adalah NOL BESAR. alias jadi alumni prematur.

Jenjang studi, terutama untuk lulusan SMA nih. karena kerja sambil kuliah jangan pikir akan lancar. yang kita dimutasi ke kota lain lah, yang tahu-tahu perusahaan kolaps, atau lagi asik-asik kuliah tiba-tiba ada jodoh, merit and cuti untuk ngelahirin anak, siapa tahu kan? yang jelas kalau mau langsung ambil S1 itu berarti lo harus bersiap untuk 4 tahun yang melelahkan. kerja sambil kuliah itu membosankan bgt. Kalau gue mutusin ambil D3 dulu...selain karena alasan di atas juga karena biya D3 jauh lebih murah daripada S1, maksudnya biaya untuk D3 ini lebih cocok sama kantong gue. prinsipnya biar lambat asal selamat. Manfaat lainnya kalau lo ambil D3 dulu adalah setelah tiga tahun (kalau lancar) lo bisa up grade pangkat lo dikantor lebih cepat daripada harus nunggu sampai S1 langsung.

Jurusan, setelah lo dapet calon kampusnya perhatikan baik-baik jurusan apa aja yang mereka punya. cari yang cocok buat kita. nah karyawan yang sambil kuliah biasanya sudah gak terlalu bingung mikirin jurusan. Gue misalnya, karena dah terlanjur di bidang industri kimia, ya udah sekalian aja gue ambil teknik kimia (walaupun belakangan ini gue nyesel juga, karena berat banget).

TIPS

hati-hati dengan kuliah khusus karyawan. Kuliah khusus ini bukan berarti yang harusnya untuk S1 dapat 144 SKS dan D3 110 SKS, tetapi dengan alasan karyawan, lo diperbolehkan ambil 50 SKS aja, sedangkan sisanya cuma-cuma. kalau kamu dapat kampus yang seperti ini, hati-hati kemungkinan ijazah kamu diragukan. yang membedakan program reguler dengan khusus adalah jam kuliahnya, kalau yang normal adalah pagi dari senin sampai sabtu, tetapi untuk kelas karyawan biasanya pada malam hari atau sabtu minggu. sedangkan jumlah SKS yang harus ditempuh adalah sama dengan reguler.

Meskipun universitas untuk kita jumlahnya terbatas (karena gak setiap perguruan tinggi punya program khusus ini) tetapi akreditasi perguruan tinggi harus tetap diperhatikan. jangan sampai sudah cape kuliah bertahun-tahun ternyata kemampuan kamu diragukan orang karena almamatermu yang akreditasinya rendah.

NEPOTISME : SI PENGHANCUR SISTEM

Aku kenal istilah nepotisme mungkin sekitar 12 atau 13 tahun yang lalu, ketika Presiden RI saat itu (alm) Soeharto, mengangkat putrinya sendiri Mbak Tutut menjadi Mentri Sosial. Isu nepotisme ini menjadi salah satu alasan terjadinya gerakan reformasi. Saat itu aku baru kelas 3 SMP, belum terpikirkan mengapa nepotisme sangat diharamkan para reformis.

Setelah bertahun-tahun kemudian, baru aku pahami mengapa nepotisme bisa sangat menghancurkan sistem yang telah di bangun oleh suatu perusahaan atau mungkin suatu negara.

Aku, sudah lima tahun terakhir ini bekerja di sebuah perusahaan swasta. Lima tahun penuh perjuangan untuk bisa memahami segala kebijakan yang diambil sekelompok orang yang menamakan diri mereka management. Kebijakan yang sulit diterapkan ketika terbentur pada tembok bernama nepotisme. Sistem yang setiap pagi dipekikkan untuk memberi semangat dalam bentuk slogan perusahaan akhirnya hanya menjadi bahan cemoohan kami di waktu istirahat.

Proses memahami nepotisme di mulai dari kasus makan siang. Makan siang menjadi saat yang terburuk selama 8 jam kerja di kantor. Betapa tidak, setelah 4 jam di kelilingi pekerjaan yang baru kelar nanti jika kita pensiun, makan siang seharusnya menjadi sumber tambahan energi untuk melanjutkan kerja selama 4 jam berikutnya. Tetapi sialnya, makan siang justru menjadi hal paling membosankan, yang pada akhirnya membuat aku mengeluarkan uang ekstra atau membiarkan asam lambung naik sampai merusak ulu hati. Ada saja keluhannya, sayur kurang garam, Ayam goreng yang kurang digoreng dan puncaknya Telur busuk yang masuk menu makan siangku. Tidak cukup sekali dapat telur busuk, aku dapatkan menu yang serupa untuk kedua kalinya, membuat aku kehilangan selera amakn jika tahu menunya adalah telur.
Lima tahun bekerja, beberapa kali mengisi questioner untuk menilai catering kami (pertanyaan questiner itu ku isi dengan jawaban "tidak memuaskan", kecuali petugas cateringnya yang baik sekali). Tetapi bagaimanapun jawaban kami atas performance si Suplier, tetap saja selama lima tahun ini makan siang kami masih di suply pihak yang sama, dan atasanku yang sudah bekerja sepuluh tahun masih menyantap makan siang dari pihak yang sama selama masa kerjanya itu, dan menurutku sepuluh tahun kemudian (jika aku masih di sini) aku masih makan, dengan kualitas yang sama.
Setelah diselidiki dengan seksama, baru aku tahu mengapa, cengkraman si suplier ini begitu kuat. Penyebabnya tidak lain tidak bukan adalah pemilik catering adalah kerabat bosku sendiri. alasan yang mebuat pihak HRD hanya bisa bilang "lah kok mau ngelawan yang punya duit" setiap kali kita mengeluhkan catering ini. Padahal sebagai perusahaan dengan serifikat ISO, setiap supplier mendapat record masing-masing untuk kemudian di evaluasi. Suatu sistem yang akan membuat para suplier terus meningkatkan performanya jika ingin kerja sama antar dua perusahaan tetap berjalan, suatu sistem yang membuat kompetisi untuk meningkatkan kualitas. Jika semua rule di patuhi seharusnya ada evaluasi suplier catering untuk kemudian di putuskan apakah kerja sama masih bisa di lanjutkan atau tidak.

Tetapi rule tetap saja hanya menjadi hitam di atas puith, semuanya hanya menjadi omong kosong belaka jika sudah menyangkut kelangsungan hidup sang kerabat dekat. Tidak ada kualitas ketika kompetisi di tiadakan, tidak ada mutu ketika yang terjadi adalah monopoli. Bukti nyata, bahwa nepotisme telah membuat sistem tidak berdaya.



Postingan Lebih Baru Postingan Lama