Ini tentang Standard Kejujuran Kita
21.30, kereta ekonomi AC jurusan Kota - Bogor pergi begitu saja meninggalkan aku dan kawanku yang sudah pontang-panting mengejarnya. Itu berarti kami harus menunggu hingga 22.20 untuk kereta terakhir jurusan Bogor, yang artinya kami masih punya waktu hampir satu jam untuk ngobrol ngalor ngidul demi membunuh waktu.
Hari itu, 27 Maret 2010, aku dan kawanku mengikuti acara 60 Earth Hour yang diadakan WWF di monas. Rencanya kami akan berkumpul dengan anggota Backpacker Murah lainnya di Monas, tetapi sayang, setelah menunggu di pintu gerbang patung kuda, kami tidak juga menemukan keberadaan anggota BM, tetapi tidak mengurangi antusias kami dalam mengikuti Earth Hour, kami tetap setia menunggu pukul 20.30 dimana saat itu secara serentak pusat kota akan mematikan lampu selama satu jam kemudian untuk menghemat energi. Tepat pukul 21.00 kami segera meninggalkan monas untuk pulang ke Bogor. pukul 21.30 kami tiba di Stasiun Kota (Stasiun Kota selalu menjadi meeting point kami kalau bepergian, bahkan mau ke Senayan pun harus lewat stasiun Kota). Dan disinilah pembicaraan kami dimulai.
Kami adalah dua orang pekerja yang tergagap-gagap menghadapi kenyataan di dunia tempat kami bekerja. Kami mulai masuk dunia kerja ini dengan polosnya. Menuruti perintah atasan, atau perintah senior tanpa memikirkan hal lainnya. Pengetahuan kami tentang dunia sekitar begitu minim, hingga kami yakin tempat ini bukan tempat yang layak untuk di korupsi atau dimanipulasi. Tetapi itu dulu, beberapa tahun silam, ketika kami masih menjadi pekerja lugu. sekarang, kami sudah lebih memahami apa yang terjadi disini. Segala kebusukan yang ada mulai tercium, dan kami jengah menghadapi semuanya, tetapi juga tidka berdaya melawan lingkungan yang sudah demikian rusak, bahkan mungkin sekarang kamilah pelakunya.
Pembicaraan ini membuat aku termenung, pikiranku kembali ke masa beberapa tahun silam ketika aku masih pendatang baru, rasanya aku memiliki standard yang tegas tentang kejujuran, orang tuaku bisa jadi merupakan korban ketidakjujuran beberapa pihak yang berusaha mencurangi golongan bawah, dengan menciptakan seribu kabar untuk membenarkan kecurangan mereka, dan saat itu, aku tahu betul bahwa itu salah, itu tidak benar, dan aku berjanji tidak akan terjadi padaku.
Tetapi sepertinya merealisasikan janji tidak semudah ketika mengikrarkannya. Lambat laun standard kejujuran makin pudar. aku makin sulit membedakan mana yang benar, wajar, atau aku sudah terjun ke jurang kebohongan. Budaya manipulasi, lingkungan yang serba kompak dalam kebusukan, terlebih lagi sulitnya jujur seorang diri, membuat standard kejujuran ini mulai melebar, mulai pudar, dan sulit dikenali.
Mungkin saja, inilah kegalauan yang dulu dialami pemuda McCandless sehingga ia memilih mengasingkan diri dalam arti yang sebenarnya karena muak dengan kemunafikan lingkungannya. McCandless jelas memilih melindungi prinsipnya dari kotoran yang dapat menodai prinsipnya sewaktu-waktu.
Mendapati dirku sekarang, terkadang aku ingin tahu apakah kelak aku bisa mengatakan "Lebih Baik Diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan" seperti dulu pernah dikatakan Gie.
3 Responses to “Ini tentang Standard Kejujuran Kita”
Ew.. saya ikutan EH yang di BHI.. Lumayan seru juga waktu 2 teman saya diwawancara TVOne hehehe...
Jangan menyerah! temukan teman-teman sevisimu! kamu akan lebih kuat!
Apa yang kamu tulis secara sadar atau gak sering kita temui dalam hidup ini. Tidak hanya kejujuran, nilai-nilai kebaikan lainnya juga sudah menjadi bias dengan kepentingan pribadi. Orang bisa jujur atau melakukan hal-hal yg tidak bertentangan dgn agama/hukum, jika itu baik utk kepentingannya. Tapi kalo itu berlawanan dgn kepentingannya, Ia akan menutup mata dari semua nilai-nilai kebenaran.
Saranku (utk diriku juga), berdoa, meminta pada yg Maha Mengetahui, semoga diberikan jalan utk tetap menjaga kebenaran yg diyakini.
benar ti... pada akhirnya kita tetap minta perlindungan dari Yang Kuasa
Posting Komentar