Blogger news

You are reading eza's blog

Maret 2010

My Name Is Khan

Sudah sering aku katakan, aku orang yang sangat selektif dalam menonton film di Bioskop. Jika ceritanya biasa, murahan, picisan, terlebih nggak ada pesan kuat yang bisa aku ambil seperti film horor vulgar, yang sekarang kembali menyambangi dunia perfilman Indonesia, lebih baik tidak. My Name is Khan mungkin film yang membuat aku penasaran beberapa minggu ini, setelah aku membaca beritanya di sebuah situs, yang menyebutkan film ini menarik perhatian publik eropa. aaiihhh... film India macam apa yang bisa membuat orang-orang Eropa sana berdecak kagum?.

Film ini menceritakan perjuangan sebuah keluarga muslim di Amerika untuk bertahan pasca peristiwa 11 september, dimana setelah kejadian itu, tingkat rasial abuse meningkat di Amerika. Mulanya dampak dari serangan teroris ini menggerogoti keuangan keluarga Khan, dimana salon kecantikan mereka bangkrut akibat kehilangan pelanggan. Tadinya aku pikir konflik keluarga ini berkisar tentang perekonomian mereka yang mulai menurun, kenyataanya tidak, mereka masih bisa bahu-membahu menghadapi "paceklik" ini. Puncak film ini adalah ketika Mandira (Kajol) kehilangan anaknya Sameer akibat perkelahian yang bersifat rasis, karena semenjak Mandira menikah dengan Rizvan Khan (Sah Rukh Khan) yang Muslim berdarah India, baik Sameer maupun Mandira mengganti nama belakang mereka dengan nama "khan" yang identik dengan nama seorang muslim, walaupun pada kenyataannya Mandira tetap seorang Hindu. Merasa bahwa kematian anaknya berhubungan dengan status ayah tirinya yang beragama islam inilah, yang membuat Mandira ingin agar Rizvan, mengatakan pada seluruh rakyat Amerika terlebih pemimpinnya, bahwa ia bukanlah seorang teroris, dan Sameer bukanlah anak seorang teroris.

Menurutku film ini lebih menyerupai tamparan keras bagi warga dan Pemerintah Amerika yang berkoar-koar tentang demokrasi, padahal pasca kejadian 11 september, ilmu demokrasi mereka pastilah terjun bebas ke titik hampir nol. Mereka harus lebih giat belajar dan harus lebih sering bepergian untuk melihat cakrawala yang lebih luas, dan agar mereka lebih melihat segala sesuatu dengan objektif.

Tetapi, ada beberapa hal menarik yang menjadi perhatianku selama pemutaran film ini, selama perjalanannya untuk menemui presiden, Rizvan Khan memanggul backpacknya, yang menurutku selalu terlihat kosong, padahal yang ada dibayanganku ia memnggul backpack yang menggelembung persis seperti kaum backpacker beneran. tetapi backpack Rizvan terlihat kempes, membuat aku berpikir mungkin yang ia bawa hanya buku harianya, tetapi kemudian aku berpikir lagi, kalau cuma bawa buku harian, kenapa harus bawa backpack segala 9tetapi jangan khawatir, masalah backpack ini tidak akan mengurngi keindahan film). Hal menarik lainnya adalah, dalam film ini setting waktunya adalah saat Amerika masih dipimpin Presidennya yang berkulit putih, dan pada akhir film diceritakan bahwa Amerika memulai pemilihan presiden baru, yang pada akhirnya di menangi seorang Afro Amerika, lalu apa yang menarik? yaitu kesan yang ditonjolkan sangat bertolak belakang mengenai karkater kedua Pemimpin ini, dimana presiden yang berkulit putih digambarkan sebagai karakter yang tidak peduli pada rakyatnya sendiri. sedangkan yang Afro Amerika diberi karakter penuh kepedulian pada rakyatnya, yang ditunagkan dalam kejadian banjir di salah satu kota di Amerika, membuat aku berpikir apakah penokohan seperti ini adalah memnag imej yang ditangkap para pembuat film. Dan ngomong-ngomong mengenai presiden yang berkulit hitam, seharusnya Karan Johar si Sutradara mengumumkan Audisi ke penjuru dunia, karena di sini, di Indonesia, ada tokoh yang lebih mirip Presiden berkulit berwarna pertama di Amerika itu daripada tokoh yang bermain di film.

Film ini lumayan panjang, berdurasi hampir 3 jam, tetapi jangan khawatir, aku sama sekali tidak mengalami bosan selama menonton aksi Shah Rukh Khan dan Kajol dalam film ini, semua adegan berlangsung apik. Ceritanya fokus, kuat dan tidak seperti film india lainnya yang mudah ditebak.


New Idea For my another blog

sebelum keliling dunia, blogku www.eza-f.blogspot.com lahir lebih dulu. Awalnya aku memang berniat untuk punya 2 blog, dimana keliling dunia khusus untuk traveling, dan blog eza-f adalah untuk mendeskripsikan pikiran-pikiranku, karena itu judulnya screen of my mind. Tetapi sayang, seiring berjalannya waktu, blog screen of My Mind justru aku anak tirikan, sekaligus menjadikan keliling dunia sebagai blog yang keluar dari protap yang sudah di putuskan sebelumnya, sehingga saat ini judul blog dan beberapa isinya terasa ada yang nggak match. tetapi ya sudah lah... nasi sudah keburu gosong. Maka aku biarkan si keliling dunia ngelantur kemana-mana, sedangkan Screen of My mind semakin terbengkalai tidak terurus.

Beberapa hari ini, aku memikirkan novel yang pernah aku ikutkan dalam lomba, novel yang nggak pernah menang itu pada akhirnya cuma memenuhi folder PC-ku, menunggu untuk diserang virus jahat, atau menunggu di depak adikku karena ia butuh memori besar untuk Tugas Akhirnya.

Blog yang terlantar dan novel yang butuh wadah untuk di intip orang lain, memunculkan ide ini. Screen Of My Mind akan ku jadikan rumah khusus beberapa karya tulis ini. Tetapi berhubung aku menulisnya membutuhkan waktu yang panjang, dan tenaga ekstra, lebih dari pada menulis di keliling dunia, maka aku perlu waktu untuk mempelajari cara agar karyaku tidak di copy orang lain begitu saja.

Jadi, beri aku sedikit waktu untuk merenovasi rumahku di www.eza-f.blogspot.com

pphheeewwww... I have to be patient

Kadang kita perlu waktu untuk sendiri bukan...?? mem-flash back semua yang sudah kita alami, yang sudah kita raih, hingga mengevaluasi beberapa hal yang gagal kita dapatkan.


Aku ingat beberapa tahun lalu. Aku sedang giat-giatnya mempertajam kemampuan berbahasa inggris, tetapi tidak lama kemudian memutuskan ikut les bahasa jepang, bahasa jepang baru sampai level basic, sudah kepincut sama bahasa perancis, baru dapat vocab perancis sekitar 200 biji, sudah ingin belajar bahasa italia. Akhirnya sekarang, bahasa inggris gak jago, bahasa jepang cuma ingat "hai" sama "arigato" aja, bahasa perancisnya juga cuma bisa ngikutin Anggun nyanyi lagunya yang versi perancis, dan bahasa italia cuma inget kata "Donna" doang.

Itu hanya sebagian cerita, tentang bagaimana aku kerap kerepotan sendiri karena terlalu banyak mau. ingin ini dan itu padahal tangan cuma punya dua, semua serba setengah-setengah.

Berkaca pada kasus ini. Saat ini aku berusaha untuk lebih bersabar. Aku sadar betul, hingga saat ini masih banyak mimpi-mimpi yang belum aku raih, tetapi rupanya aku juga harus mulai belajar realistis, membuka mata untuk mengakui dan mengukur seberapa besar kemampuan diri sendiri . Bukannya menyerah dan mengaku kalah. Tetapi kadang kita perlu mundur sebentar, me-reload amunisi, menambah perbekalan, dan menyembuhkan luka kita untuk kemudian maju lagi. Menyelesaikan apa yang menjadi prioritas. Dan -sekali lagi- bersabar untuk hal lainnya.

-semua akan indah pada saatnya-


Malam Mingguan di Kota Tua Jakarta

Ke kota tua lagi...??? yup... ke kota tua lagi... kali ini bukan cuma melihat gedung-gedung tua yang jadi saksi sejarah atau ikut beraksi di pawai barongsai. Sabtu malam 13 maret 2010, Pemerintah DKI Jakarta, British Council, dan KADIN serta beberapa sponsor lainnya mengadakan acara bertajuk "transformasi Kota Tua menjadi Ruang kreative". Walaupun sabtu itu masih harus gawe, tapi tetap bela-belain berangkat ke Kota Tua karena penasaran sama acaranya, yang digadang-gadang akan seru. Dari berita yang aku dapat, serunya acara itu karena akan ada pentas seni berupa video mapping 3D, apa sih tuh...??? penasaran... makanya langsung cabut ke Jakarta modal 1500 perak naik kereta ekonomi... yiipiieee...

Aku baru tiba di Museum Fatahillah sekitar 18.45. Marching Band dari Mandiri Heritage Bank Mandiri sedang beratraksi. Dibelakang mereka, Museum Ftahillah yang tua berubah menjadi objek yang lebih menarik karena sentuhan video mapping. Aku baru tahu, kalau video mapping yang dimaksud adalah semacam film yang diputar, tetapi layar putih lebar sebagai displaynya digantikan oleh dinding-dinding museum fatahillah. karena dinding museum ikut menjadi bagian dari film, maka menurut yang punya gawean, dibutuhkan data mengenai ukuran Museum yang presisi, sehingga video mappingnya benar-benar hidup, sehingga timbul adegan beberapa orang membatik dinding depan museum, atau orang yang meloncati jendela-jendela museum, atau yang nggak aklah keren adegan "robohnya" museum. hmmm... bukan cuma berseni, tetapi berteknologi.


Aslinya Museum Fatahillah


Setelah di video mapping, begini jadinya...


Sebenarnya, banyak tampilan-tampilan bagus pada pemutaran video mapping. sayang kameraku kurang bisa menangkap semua tampilan tersebut, alhasil cuma ini yang aku dapat.

HORRIBLE MOMENT

Aku terpaksa menghabiskan waktu, berlama-lama untuk mencoba memahami puzzle yang belum sempurna ini. Atau berpikir keras, mencari-cari kepingan teka-teki yang belum aku temukan. Tetapi ini seperti labirin hebat yang menghabiskan energi. Dan aku kepayahan.

Mungkin sebaiknya aku menangis saja. Memberi sedikit kelegaan untuk otakku yang sudah penat. Keluar sebentar untuk mempercepat sirkulasi udara. apa saja, asal aku bisa tidur nyenyak malam ini.

Pangandaran : Traveling ke Kampung Halaman Yayan

Sekitar tahun 2008. Ssetelah sempat dihinggapi perasaan ragu-ragu untuk berangkat, akhirnya kami berlima Aku, Esa, Imran, Ayu, dan boyan berangkat ke Pangandaran. Anehnya sebelum menuju pangandaran, kami punya beberapa alternatif dan ide konyol untuk mengisi weekend saat itu, salah satunya adalah ngegembel ke bandung sambil ngamen, walau akhirnya tidak jadi dan tujuan di tetapkan ke Pangandaran, berhubung Kampung Halamaan Yayan di sana, maka kami tidak perlu ngegembel dan dapat traveling dengan layak.



Perjalanan dimulai dari Terminal Depok, Bus Budiman yang kami tumpangi berangkat sekitar jam 21.30 WIB. KAmi hanya perlu mebayar 40ribu rupiah untuk perjalanan ke Pangandaran di kelas ekonomi. Syukurnya. perjalanan lumayan lancar. Dan kami berhenti di Kali Pucang, rumah yayan, dimana ibunya sudah menyiapkan sarapan berupa ikan asin dan sambal terasi yang nikmat sedap dan mantap...

Setelah istirahat sekitar 1 jam, kami segera menuju ke Pantai Pangandaran, dengan menggunakan angkutan umum berupa elf, tetapi aku lupa berapa rupiah yang kami bayarkan untuk sampai ke Pangandaran dari Kali Pucang.

Sampai di Gerbang Pangandaran, kami mampir ke sebuah mini mart untuk membeli beberapa makanan ringan, miuman dan sunblock yang tidak pernah kami pakai. Selanjutnya kami menuju Pantai menggunakan Delman (aku juga lupa berapa biaya delman ini). Saat itu adalah beberapa bulan setelah Tsunami menerjang kawasan Pangandaran. Suasanya sepi sekali. Beberapa bangunan yang roboh akbiat Tsunami belum dibangun kembali. Tetapi itu justru menjadi keuntungan bagi kami, pasalnya harga barang-barang seperti baju khas Pangandaran, makanan, dan sewa perahu menjadi harga normal. Tidak seperti daerah wisata umumnya yang harganya bisa beberapa kali harga normal.

Dari pantai, kami ditawari oleh seorang tukang perahu untuk menyebrang sampai ke Pasir Putih, sebuah Cagar Alam dengan pantai pasir putihnya yang mantap, sekalian mengintip batu hiu yang menurutku nggak mirip hiu sama sekali. setelah tawar menawar, kami akhirnya sepakat menumpang kapal nelayan ini untuk sampai ke Pasir putih.

Sebagai kawasan Cagar Alam, wajar saja jika disana banyak binatang sejenis monyet yang hidup bebas, saking bebasnya, beberapa kali mereka mencoba mencuri bekal makanan kami, hingga beberapa kali kami harus main kucing-kucingan dengan mamalia yang satu ini. Kadang muncul binatang sejenis rusa yang cantik tetapi malu-malu, sehingga setiap kali kami mau ambil fotonya, si Rusa sudah ambil langkah seribu. Air di pasir putih snagat jernih, dan bersihnya melebihi dugaanku. Menurut pemilik perahu yang kami tumpangi, sebelum terjadi tsunami pantai ini sedikit kotor, membutaku harus bersyukur karena kami datang disaat yang tepat. Menurut penduduk setempat ada banyak gua-gua alam di kawasan cagar alam pasir putih. Tetapi karena tidka ada persiapan trekking, akhirnya kami menolak tawaran untuk ke gua alam tersebut

Dan kegembiraanpun dimulai, snorkeling, Mengubur orang dalam pasir, makan rujak di pantai dan melihat beberpa turis bule beraksi membuat hari itu terasa pendek.


Puas bermain seharian di pantai, kami segera kembali ke rumah Yayan. sayang kami tidak sempat mengunjungi Grand Canyon padahal yayan sudah merekomendasikannya. Bus executice seharga 60 ribu Jurusan Pangandaran - Kampung Rambutan membawa kami kembali ke Jakarta. Sedikit hiburan, dalam bis executive tersebut hanya ada sedikit penumpang sehingga, kami bebas, sebebeas-bebasnya mengambil kursi manapun yang kami mau...

Postingan Lebih Baru Postingan Lama