Blogger news

You are reading eza's blog

PERGURUAN TINGGI IDAMAN VERSI KARYAWAN

Kuliah bukan cuma milik mereka yang baru saja tamat SMA. Mereka yang sudah bertahun-tahun bekerja pun ingin merasakan suasana perkuliahan. Diantara dilema tentang kuliah karyawan, resah dan khawatir jika ijazah ini tidak di akui pihak manapun, aku tetap memutuskan kuliah sambil bekerja berbekal keyakinan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Hal unik dari kelas khusus karyawan ini adalah latar belakang mahasiswanya, ada yang sudah mencapai level manager, supervisor, atau para pemula yang baru merintis karir. Berbagai motivasi yang membuat para karyawan ini memutuskan untuk melanjutkan sekolah mereka, dari sekedar mencari ijazah untuk kenaikan golongan di kantor, merasa tidak enak pada bawahannya yang sudah sarjana, padahal ia sendiri hanya berbekal ijazah SMA, atau yang masih memiliki idealisme tinggi sehingga masih ingin terus mencari ilmu.

Pada dasarnya semua mahasiswa memiliki pandangan sama mengenai sebuah universitas idaman. Kelengkapan peralatan praktikum, kualitas dosen, suasana kelas yang nyaman, biaya yang terjangkau, akreditasi dan sebagainya. Namun ada beberapa syarat khusus di mana seorang karyawan benar-benar dapat kuliah dengan nyaman di universitas idaman yang sesuai dengan statusnya sebagai pekerja.

Seperti yang pernah aku sebutkan, latar belakang mahasiswa di kelas karyawan adalah mereka yang sudah di level manajer, supervisor, atau yang baru saja merintis karir. Yang jelas dalam hal aplikasi beberapa mata kuliah sudah kami jalani hingga praktiknya selama bertahun-tahun jauh sebelum kami memutuskan menjadi mahasiswa. Aku ingat ketika kuliah K3, dosenku bercerita panjang lebar mengenai pentingnya terdapat alat pemadam api ringan, padahal kami setiap tahunnnya di latih langsung oleh pihak pemandam kebakaran untuk menghindari terjadinya kebakaran atau paling tidak meminimalisir kerugian akibat kebakaran di perusahaan tempat kami bekerja. Atau ketika aku kuliah Neraca Massa dan Energi, yang ternyata sudah aku terapkan bertahun-tahun di pabrik tempat aku bekerja, hanya saja aku baru tahu kalau perhitungan semacam itu di sebut Neraca massa. Begitu pun dengan praktikum, ketika praktik pengetahuan bahan, kami menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100x untuk mengamati permukaan logam yang sudah di coating, padahal di pabrik, aku selalu menggunakan alat Scanning Electron Microskop untuk mengamati permukaan logam hingga pembesaran 20000 kali. Dosen boleh saja bernyanyi panjang lebar di kelas reguler, tetapi di kelas karyawan, Seorang dosen butuh lebih dari text book tua yang selalu di bawanya.

Perkuliahan kelas karyawan harus memiliki hal-hal yang tidak diperlukan kelas reguler, terutama adalah jadwal kuliah yang tidak biasa. Jika kelas normal kuliah pada hari senin hingga sabtu dengan jam yang masih termasuk dalam jam kerja, maka kelas karyawan di lakukan saat sabtu minggu atau diadakan kelas malam. Jadwal kuliah yang menuntut komitmen tinggi baik dari para mahasiswa, dosen sampai pihak kampus dalam hal penyediaan tenaga administrasi di jam-jam yang tidak biasa itu. Pengalaman ku yang pernah gagal di suatu perkuliahan karyawan di salah satu perguruan tinggi tidak lain karena tidak ada komitmen di pihak dosen yang selalu mengganti jam kuliah menjadi saat jam kerja padahal ia menyadari ia mengajar di program khusus karyawan, di tambah lagi segala jenis administrasi hanya bisa di urus di jam-jam normal, membuat aku hengkang dari kampus itu tidak lebih dari setengah semester.

Gagal di universitas pertama, aku masuk lagi ke program karayawan di universitas lainnya. Kelebihan universitas ini adalah komitmen para dosen dalam hal waktu kuliah. Karena jam kuliah yang terbatas dan hampir tidak ada waktu pengganti maka penekanan untuk komitmen terhadap kewajiban mengajar menjadi sangat penting. Meskipun setelah komitmen dalam hal kuantitas terpenuhi, aku masih berharap peningkatan kualitas terus terjadi.

Masalah komitmen ini kembali menjadi sorotanku untuk melanjutkan studiku. Setelah menggali informasi, aku dapatkan bahwa salah satu perguruan tinggi favorit di Indonesia di bilangan depok, memiliki program ekstensi, yang menurutku ditujukan pada karyawan. Tetapi setelah di selidiki, ternyata sulit meminta para dosen disana untuk -sekali lagi-berkomitmen pada tujuan di selenggarakannya kuliah ekstensi ini.

Komitmen juga dibutuhkan dari pihak DIKTI selaku pengawas perguruan tinggi di Indonesia. Larangan-larangan untuk program kuliah karyawan yang muncul, tidak serta merta menyudahi polemik ini. Adakah Dikti memberikan alternatif bagi para mahasiswa yang tidak memilki biaya untuk melanjutkan kuliah, tidak pula berhasil mendapat beasiswa, selain harus bekerja sambil kuliah. Sekali lagi peranan Dikti sangat diperlukan terutama bagi pekerja yang masih ingin melanjutkan sekolah, agar setelah upaya yang ditempuh, uang yang dikorbankan dan waktu yang terpakai tidak terbuang percuma karena tiba-tiba Dikti katakan ijazah kami tidak dapat di akui.

ITB, UI atau universitas selevelnya boleh saja menyatakan diri sebagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia, tetapi kami karyawan yang masih ingin meng-up grade pendidikan butuh perguruan tinggi yang welcome pada kami, pada pekerja.

Enam bulan sejak aku dinyatakan lulus dari universitas setelah tiga tahun menempuh pendidikan untuk program diploma tiga untuk kelas karyawan, aku menimang-nimang ijazah yang baru satu bulan lalu aku ambil dan masih bertanya-tanya mengenai status ijazah ini di mata Dikti, di mata para panitia penyelenggara penerimaan CPNS, di mata manager HRD perusahaan terkemuka. Lewat lomba blog UII yang di adakan Universitas Islam Indonesia ini aku berharap ada sedikit saja orang yang tahu, bahwa mereka yang sudah bekerja pun masih ingin meningkatkan kemampuan dan keahliannya, dan kami pun punya beberapa gambaran mengenai perguruan tinggi idaman versi kami, versi pekerja.




Posting Lebih Baru Posting Lama