My Name Is Khan

Menurutku film ini lebih menyerupai tamparan keras bagi warga dan Pemerintah Amerika yang berkoar-koar tentang demokrasi, padahal pasca kejadian 11 september, ilmu demokrasi mereka pastilah terjun bebas ke titik hampir nol. Mereka harus lebih giat belajar dan harus lebih sering bepergian untuk melihat cakrawala yang lebih luas, dan agar mereka lebih melihat segala sesuatu dengan objektif.
Tetapi, ada beberapa hal menarik yang menjadi perhatianku selama pemutaran film ini, selama perjalanannya untuk menemui presiden, Rizvan Khan memanggul backpacknya, yang menurutku selalu terlihat kosong, padahal yang ada dibayanganku ia memnggul backpack yang menggelembung persis seperti kaum backpacker beneran. tetapi backpack Rizvan terlihat kempes, membuat aku berpikir mungkin yang ia bawa hanya buku harianya, tetapi kemudian aku berpikir lagi, kalau cuma bawa buku harian, kenapa harus bawa backpack segala 9tetapi jangan khawatir, masalah backpack ini tidak akan mengurngi keindahan film). Hal menarik lainnya adalah, dalam film ini setting waktunya adalah saat Amerika masih dipimpin Presidennya yang berkulit putih, dan pada akhir film diceritakan bahwa Amerika memulai pemilihan presiden baru, yang pada akhirnya di menangi seorang Afro Amerika, lalu apa yang menarik? yaitu kesan yang ditonjolkan sangat bertolak belakang mengenai karkater kedua Pemimpin ini, dimana presiden yang berkulit putih digambarkan sebagai karakter yang tidak peduli pada rakyatnya sendiri. sedangkan yang Afro Amerika diberi karakter penuh kepedulian pada rakyatnya, yang ditunagkan dalam kejadian banjir di salah satu kota di Amerika, membuat aku berpikir apakah penokohan seperti ini adalah memnag imej yang ditangkap para pembuat film. Dan ngomong-ngomong mengenai presiden yang berkulit hitam, seharusnya Karan Johar si Sutradara mengumumkan Audisi ke penjuru dunia, karena di sini, di Indonesia, ada tokoh yang lebih mirip Presiden berkulit berwarna pertama di Amerika itu daripada tokoh yang bermain di film.