Ujung Genteng (1st Entri)
Setelah cancel berkali-kali, akhirnya jadi juga aku menyambangi Ujung Genteng. Bersama Ayu dan Yelni teman perjalananku kali ini. Berbekal catatan Perjalanan milik Joko yang ia tulis di facebook kami menelusuri Ujung Genteng, 120 km dari sukabumi.
Awalnya kami berencana untuk berangkat pada malam tahun baru yaitu tanggal 31 desember, akan tetapi setelah di timbang-timbang dan khawatir jalanan akan macet karena perayaan tahun baru, kami putuskan untuk berangkat esok pagi. Kami akan naik kereta ke Bogor menggunakan kereta pertama, karena itu kami janjian untuk bertemu di Stasiun Depok Baru pada pukul 05.30 pagi. Untuk memastikan kami dapat tempat di penginapan, kami menelepon beberapa penginapan. Untungnya masih ada kamar di villa pak Ujang seharga 200 ribu rupiah semalam. Untuk memastikan kami tidak tersesat maka kami print out catatan perjalan Joko.
1 Januari 2009
Awal perjalanan kami sudah tidak lancar, padahal belum sampai mana-mana. Jam 05.20 Ayu menelepon bahwa ia baru saja bangun alias kesiangan, dan sialnya dompetku ketinggalan di rumah. Rencana awal berangkat jam 05.30 terpaksa mundur satu jam. Akhirnya kami naik kereta ke bogor pukul 06.30.
pukul 07.00 kami sudah tiba di Stasiun Bogor, melanjutkan perjalanan ke Terminal Barangsiang. Seharusnya kami mencoba mencari adakah bus Bogor-surade di Terminal, akan tetapi karena kami terpaku pada catatan perjalanan Joko, maka kami tetap naik elf ke Sukabumi. Tidak di nyana, dalam perjalanan ini, keluarlah semua keluh kesah yang selama ini di simpan, perjalanan diisi dengan membahas masalah seputar kantor, rekan-rekan di kantor. Acara gosip di elf membuat perjalanan terasa singkat.
Perjalan kembali terhambat lagi karena Yelni belum mengambil uang, dan uang yang sudah aku siapkan "dipalak" ibuku sebelum berangkat. kami menelusuri terminal sukabumi untuk mencari ATM. Sukur tidak begitu lama kami sudah menemukan ATM bersama.
Dari Terminal Suka Bumi kami naik angkot ke Lembur Situ. Di terminal lembur situ ini, aku sempat kesal pada pada petugas terminal yang meminta uang peron seharga 1500 rupiah per orang, tetapi tidak ada karcis atau tanda terima retribusi yang menyatakan pungutan itu bukan untuk pribadi alias pungutan liar. Ada satu elf ke Surade yang sudah penuh, tetapi karena khawatir sampai Ujung Genteng kemalaman, kami nekat ikut elf ini. Jadilah Ayu dan Yelni berbagi satu kursi, sedangkan aku cukup beruntung walaupun tidak bisa di sebut nyaman juga. Karena hari itu ramai, ongkos elf tiba-tiba melambung sekitar 10% dari yang di tulis Joko, tetapi karena penumpang lain pun membayar harga yang sama, dan menurut penjelasan seorang bapak di sebelahku bahwa jika ramai tarifnya naik, akhirnya kami rela juga membayar 25000 perorang.
Ini adalah Jalur Setan, begitu kata Ayu. Perjalanan Sukabumi Lembur Situ memang sangat menantang, Jalur sepanjang 120 km itu di dominasi oleh belokan ekstreme, membuat kami harus berpegangan kuat-kuat, terlebih Yelni dan Ayu yang harus berbagi kursi. Tikungannya yang membuat perut kami seperti di kocok-kocok ini, tidak membuat supir elf menurunkan kecepatannya, jadilah Ayu menjulukinya Elf Setan.
Sekitar 20 km sebelum Surade, Yelni sudah tidak kuasa menahan isi perutnya untuk tidak keluar melalui mulut alias muntah setelah sebelumnya penumpang di sebelahnya sudah muntah duluan. Untung saja, ada fasilitas plastik gratis dari elf bagi yang mabuk perjalanan. Setelah Yelni, berturut-turut penumpang di belakangku turut mabuk perjalanan, lalu orang di depanku, dan entah berapa lagi orang yang sudah mabuk.
Tepat Zuhur kami tiba di Surade, Setelah Shalat Zuhur kami melanjutkan perjalanan ke Ujung Genteng. saking sedikitnya penumpang dari terminal Surade, si Sopir angkot sampai bersedia menunggui kami makan siang. beruntung karena harga makan sinag kami masih normal. Perjalanan dari Surade ke Ujung Genteng ini, ada suatu bangunan mirip monumen dengan bentuk Rudal, Si Sopir Angkot menjelaskan bahwa ada beberapa daerah di Ujung Genteng yang akan di ambil alih angkatan udara, untuk dijadikan pusat peluru kendali karena letak ujung genteng sebagai bentuk pertahanan keamanan atas kedaulatan negara, akan tetapi rencana tersebut masih ditentang penduduk lokal setempat. Menjelang Ashar kami tiba di penginapan Pak Ujang. Ternyata kamar kami lumayan bersih, Sebuah tempat tidur besar di tambah tempat tidur tambahan, dan kipas angin membuatnya juga cukup nyaman untuk ditempati tiga orang.
Setelah istirahat dan shalat ashar kami menyewa ojek untuk ke tempat penangkaran penyu, melihat pelepasan tukik atau anak penyu ke pantai yang biasanya di lakukan jam 17.00. Tidak seperti yang aku duga, ternyata di sana sudah banyak orang, mungkin karena liburan. Ujung Genteng yang aku pikir hanya didatangi kaum Backpacker karena jalurnya yang sulit, ternyata juga di kunjungi kaum borju. Kami menikmati pantai sambil menunggu waktu pelepasan tukik. pukul 17.15 baru para petugas keluar membawa ember berisi anak penyu yang baru berumur satu hari. Orang-orang yang sebelumnya asyik dengan rombongannya masing-masing bergegas menghampiri penyu. setelah di beri aba-aba oleh salah seorang petugas, penyu pun di lepaskan, pengunjung bersorak sorai memberi semangat pada tukik-tukik itu agar dapat mencapai laut. beberapa tukik berhasil mencapai bibir pantai, yang lain ada yang terbalik, ada yang di hempaskan ombak sehingga kembali ke pantai. Belum sampai laut saja perjuangan Tukik untuk bertahan hidup sudah sulit, pantas saja menurut petugas, dari 100 tukik yang di lepas, hanya satu yang mampu bertahan hidup.
Sebelum maghrib kami sudah kembali kepenginapan. Setelah Shalat Maghrib kami mencari makanan, karena tadi siang kami lupa memesan pada pak Ujang. Untunglah tidak Jauh dari Villa Pak Ujang, ada kedai yang menjual Soto Mie dan sebelahnya ada warung sehingga aku bisa minta tolong pada Ibu warung untuk membuatkan Mie Instant. Lagi-lagi aku beruntung karena Soto Mie yang dipesan Yelni dan Ayu jauh dari harapan sehingga mereka makan sedikit sekali.
Selesai menyantap makan malam, kami kembali ke penginapan. Karena masih suasana Tahun Baru, beberapa pengunjung masih menyalakan kembang api, ribut sekali suasananya dan sedikit mengganggu waktu istirahat.
1 Januari 2009
Awal perjalanan kami sudah tidak lancar, padahal belum sampai mana-mana. Jam 05.20 Ayu menelepon bahwa ia baru saja bangun alias kesiangan, dan sialnya dompetku ketinggalan di rumah. Rencana awal berangkat jam 05.30 terpaksa mundur satu jam. Akhirnya kami naik kereta ke bogor pukul 06.30.
pukul 07.00 kami sudah tiba di Stasiun Bogor, melanjutkan perjalanan ke Terminal Barangsiang. Seharusnya kami mencoba mencari adakah bus Bogor-surade di Terminal, akan tetapi karena kami terpaku pada catatan perjalanan Joko, maka kami tetap naik elf ke Sukabumi. Tidak di nyana, dalam perjalanan ini, keluarlah semua keluh kesah yang selama ini di simpan, perjalanan diisi dengan membahas masalah seputar kantor, rekan-rekan di kantor. Acara gosip di elf membuat perjalanan terasa singkat.
Perjalan kembali terhambat lagi karena Yelni belum mengambil uang, dan uang yang sudah aku siapkan "dipalak" ibuku sebelum berangkat. kami menelusuri terminal sukabumi untuk mencari ATM. Sukur tidak begitu lama kami sudah menemukan ATM bersama.
Dari Terminal Suka Bumi kami naik angkot ke Lembur Situ. Di terminal lembur situ ini, aku sempat kesal pada pada petugas terminal yang meminta uang peron seharga 1500 rupiah per orang, tetapi tidak ada karcis atau tanda terima retribusi yang menyatakan pungutan itu bukan untuk pribadi alias pungutan liar. Ada satu elf ke Surade yang sudah penuh, tetapi karena khawatir sampai Ujung Genteng kemalaman, kami nekat ikut elf ini. Jadilah Ayu dan Yelni berbagi satu kursi, sedangkan aku cukup beruntung walaupun tidak bisa di sebut nyaman juga. Karena hari itu ramai, ongkos elf tiba-tiba melambung sekitar 10% dari yang di tulis Joko, tetapi karena penumpang lain pun membayar harga yang sama, dan menurut penjelasan seorang bapak di sebelahku bahwa jika ramai tarifnya naik, akhirnya kami rela juga membayar 25000 perorang.
Ini adalah Jalur Setan, begitu kata Ayu. Perjalanan Sukabumi Lembur Situ memang sangat menantang, Jalur sepanjang 120 km itu di dominasi oleh belokan ekstreme, membuat kami harus berpegangan kuat-kuat, terlebih Yelni dan Ayu yang harus berbagi kursi. Tikungannya yang membuat perut kami seperti di kocok-kocok ini, tidak membuat supir elf menurunkan kecepatannya, jadilah Ayu menjulukinya Elf Setan.
Sekitar 20 km sebelum Surade, Yelni sudah tidak kuasa menahan isi perutnya untuk tidak keluar melalui mulut alias muntah setelah sebelumnya penumpang di sebelahnya sudah muntah duluan. Untung saja, ada fasilitas plastik gratis dari elf bagi yang mabuk perjalanan. Setelah Yelni, berturut-turut penumpang di belakangku turut mabuk perjalanan, lalu orang di depanku, dan entah berapa lagi orang yang sudah mabuk.
Tepat Zuhur kami tiba di Surade, Setelah Shalat Zuhur kami melanjutkan perjalanan ke Ujung Genteng. saking sedikitnya penumpang dari terminal Surade, si Sopir angkot sampai bersedia menunggui kami makan siang. beruntung karena harga makan sinag kami masih normal. Perjalanan dari Surade ke Ujung Genteng ini, ada suatu bangunan mirip monumen dengan bentuk Rudal, Si Sopir Angkot menjelaskan bahwa ada beberapa daerah di Ujung Genteng yang akan di ambil alih angkatan udara, untuk dijadikan pusat peluru kendali karena letak ujung genteng sebagai bentuk pertahanan keamanan atas kedaulatan negara, akan tetapi rencana tersebut masih ditentang penduduk lokal setempat. Menjelang Ashar kami tiba di penginapan Pak Ujang. Ternyata kamar kami lumayan bersih, Sebuah tempat tidur besar di tambah tempat tidur tambahan, dan kipas angin membuatnya juga cukup nyaman untuk ditempati tiga orang.
Setelah istirahat dan shalat ashar kami menyewa ojek untuk ke tempat penangkaran penyu, melihat pelepasan tukik atau anak penyu ke pantai yang biasanya di lakukan jam 17.00. Tidak seperti yang aku duga, ternyata di sana sudah banyak orang, mungkin karena liburan. Ujung Genteng yang aku pikir hanya didatangi kaum Backpacker karena jalurnya yang sulit, ternyata juga di kunjungi kaum borju. Kami menikmati pantai sambil menunggu waktu pelepasan tukik. pukul 17.15 baru para petugas keluar membawa ember berisi anak penyu yang baru berumur satu hari. Orang-orang yang sebelumnya asyik dengan rombongannya masing-masing bergegas menghampiri penyu. setelah di beri aba-aba oleh salah seorang petugas, penyu pun di lepaskan, pengunjung bersorak sorai memberi semangat pada tukik-tukik itu agar dapat mencapai laut. beberapa tukik berhasil mencapai bibir pantai, yang lain ada yang terbalik, ada yang di hempaskan ombak sehingga kembali ke pantai. Belum sampai laut saja perjuangan Tukik untuk bertahan hidup sudah sulit, pantas saja menurut petugas, dari 100 tukik yang di lepas, hanya satu yang mampu bertahan hidup.
Sebelum maghrib kami sudah kembali kepenginapan. Setelah Shalat Maghrib kami mencari makanan, karena tadi siang kami lupa memesan pada pak Ujang. Untunglah tidak Jauh dari Villa Pak Ujang, ada kedai yang menjual Soto Mie dan sebelahnya ada warung sehingga aku bisa minta tolong pada Ibu warung untuk membuatkan Mie Instant. Lagi-lagi aku beruntung karena Soto Mie yang dipesan Yelni dan Ayu jauh dari harapan sehingga mereka makan sedikit sekali.
Selesai menyantap makan malam, kami kembali ke penginapan. Karena masih suasana Tahun Baru, beberapa pengunjung masih menyalakan kembang api, ribut sekali suasananya dan sedikit mengganggu waktu istirahat.
Posting Komentar