Blogger news

You are reading eza's blog

Yogya : My first Solo Backpacking (1st entri)

Biasanya traveling akan seru kalau bersama-sama, narsis bersama, makan bersama, cape juga masih sama-sama. Tapi tiba-tiba terpikir untuk sekali-kali nyobain traveling sendirian. gimana ya...??

Akhirnya, setelah ditunggu dua tahun, baru kesampaian menapaki Yogya. temanku di yogya sampai bilang " gak ada yang mau nemenin kamu ke yogya, karena semua orang jakarta sudah pernah ke yogya"
Bukan statement yang salah, Karena Yogya adalah destinasi yang paling dituju untuk study tour pelajar. Dalam sejarah hidupku menjadi pelajar, setidaknya ada dua kesempatan study tour ke Yogyakarta. Pertama, kelas tiga SMP, perpisahan kelas tiga ditahun 1998, tapi waktu itu aku putuskan tidak ikut, karena terbayang biaya masuk SMA yang tidak sedikit. Kesempatan kedua kelas IV SMA(kelas IV, iya aku SMA di SMAKBO yang sampai 4 tahun, ajibb kan...). Tujuan Study Tour Jawa Bali, tetapi aku dengan berbesar hati akhirnya memutuskan untuk tidak ikut, karena rencana ikut les untuk UMPTN yang dipastikan tidak murah (walau akhirnya gak ikut UMPTN juga). setelah lulus SMAKbo, kebetulan aku langsung bekerja, hingga kemudian yang tidak ada adalah waktu.
Dan libur natal kemarin adalah kesempatan emas. Libur 4 hari, habis gajian, dan isu ada bonus akhir tahun yang diprediksi lumayan, membuat aku membulatkan tekad untuk berangkat ke yogya.
Traveling ke yogya ini juga ku jadikan percobaan situs www.hospitalityclub.org yang
katanya ampuh untuk numpang akomodasi. sebulan sebelum keberangkatan aku hubungi member HC yogya, mencari tahu siapa yang kira-kira bisa nge-host in aku. minggu pertama jawaban yang aku dapat adalah member yang tidak bisa ng-hostin karena akan ke hongkong liburan natal. setelah itu sepi. Masuk ke minggu kedua baru ada jawaban yang positif dari member HC yogya, Asti dan suaminya Bambang. yiippiiee berhasil...!!
Niat awal untuk bersolo karir, naik kereta ekonomi... tapi ditengah jalan, rencana berubah, sempat ada beberapa teman yang mengajak pergi bersama, kemudian ada teman sekantorku, Jono yang juga mau balik ke Gombong. setelah mendapat nasihat dari Jono, maka gagallah naik kereta ekonomi , Yogya ditempuh dengan Bus ekonomi "Sumber Alam" seharga 60 rb.

Tanggal 23 Desember

Bis mulai jalan pukul lima sore, padahal jadwal jam 15.30 (biasalah...loh telat kok biasa). Perjalan lancar, sampai kami berhenti di sebuah rumah makan, untuk mengisi perut dan sholat Isya. Menyebalkan makan disini karena harganya mahal, Pop mie saja yang cuma 4000 rupiah dibandrol 7500 disini, tetapi apa boleh buat, demi perut yang harus tetap fit untuk 3 hari ke depan, ku ambil setengah piring nasi, sedikit sayur, dan sedikit tempe orek ditambah segelas Es teh manis yang semuanya bernilai 13000. Sampai pantura, macet karena ada beberapa perbaikan jalan . Yang menarik dari pantura adalah rumah makan yang didepannya berjejer wanita-wanita cantik bertank top ria, membuat Jono tidak bisa tidak menoleh ke luar. Bibirnya terus berkata Astaghfirullah, tetapi kepalanya sudah di patok tidak bisa lagi menoleh ke depan

Tanggal 24 Desember

sekitar pukul 03.00, kami sudah sampai di Gombong, kampung halaman Jono. dan ia pun pamit turun, tidak lupa memberi pesan untuk hati-hati. Jantungku mulai dag-dig-dug, bisakah aku selesaikan misi ini, tetapi akhirnya aku tidak peduli, rencana sudah matang, aku hanya mohon perlindungan Allah.

Jam 07.30, Bus baru tiba di Terminal Giwangan Yogya, sesuai pesan Asty, aku harus naik bis dari jalur 15. tetapi jalur itu dimana? Aku teliti keadaan dari sebuah masjid, sekalian istirahat dan membersihkan muka, dari masjid baru terlihat bagian-bagian lain terminal, tulisan Jalur 1,2 dll. Aku segera menuju jalur 15, untuk ke rumah Asty, tetapi sebelumnya, sarapan dulu dengan nasi Goreng buatan Orang Yogya, seharga 5000 rupiah.
Aku turun di Mirota Godean, dari sana, Asty pesan naik becak dan minta diturunkan di alamat yang dia berikan, seperti yang sudah diingatkan, jika terlihat asing, maka tarif angkutan (bahkan sekkelas becak Jadi mahal). Untuk jarak gak lebih dari 200 m, aku harus merogoh 10000. Tetapi yang aku naiki bukan sembarang becak. Bentuknya seperti becak dijakarta, sopir dibelakang, tetapi tiba-iba... ggrrrrrmmmm... suara mesin dihidupkan,... loh ini ojek becak toh...???
Didepan rumah Asty, aku disambut hangat, ia dan su
aminya adalah orang-orang yang bersahabat. Mereka memberi petunjuk bagaimana Yogya pada umumnya, termasuk informasi tentang taxi motor ini

Yogya memang daerah wisata, tetapi sayang, untuk traveler yang tidak membawa kendaraan sendiri, transportasi menjadi semacam benda asing. Maka Ojek taxi ini alternatif yang lumayan bagus. Namanya juga taxi, maka kita bisa menghubungi kantor pusatnya, minta dijemput ditempat kita, dan kita kan segera jalan-jalan keliling Yogya. Tarifnya adalah 10000 rupiah untuk wilayah yang masih didalam ring road, diluar itu maka harus ditanyakan dulu pada sopir.
Untuk Pemanasan aku memilih jalan-jalan sekitar keraton, masuk kraton (yang ternyata cuma sampai pendoponya doang), ke museum kereta (yang isisnya berbagai macam kereta kuda yang dipakai sultan), ke toko-toko batik sekitar keraton, sampai ke studio dagadu.


Selepas Zuhur, aku langsung menuju Candi Prambanan, untuk ke candi prambanan, bisa ditempuh dengan trans Yogya dengan tarif 3000 rupiah. Untuk masuk kawasan Candi Prambanan kita membayar tiket masuk seharga 20000 rupiah. Di dalam kompleks candi terdapat papan berukuran besar yang menunjukkan efek gempa yang terjadi di Yogya beberapa tahun lalu terhadap Candi Prambanan, Pagar besi juga mengelilingi tiga candi utama di prambanan, karena dikhawatirkan akan semakin merusak candi tersebut.
Ternyata didalam komples candi prambanan juga terdapat candi Sewu dan Candi Lumbung, tetapi sayang, kedua candi lainnya tidak diminati wisatawan.



Untuk urusan makan, seperti yang kita tau, semakin berada di daerah wisata, harga yang ditawarkan semakin tidak masuk akal, aku sendiri merencanakan makan di tempat luar kompleks candi, apa daya, perut susah diajak kompromi, hingga siang itu aku makan nasi goreng (lagi...???) di sentar makanan dan souvenir Prambanan.


Posting Lebih Baru Posting Lama

One Response to “Yogya : My first Solo Backpacking (1st entri)”

AstyNNS mengatakan...

Org Indo kalo kemana2 bawaannya suka ngutil, sampe kepala patung aja lenyap...Gak tau deh apa anak cucu kita nanti msh bs ngeliat patung budha utuh? hikshiks...