Blogger news

You are reading eza's blog

Yogya : My First Solo Backpacking (2nd entri)

25 Desember


Rencananya pagi-pagi sekali aku menuju Candi Borobudur, karena sudah bertekad naik sampai stupa teratas borobudur tanpa harus gosong. Taxi motor datang jam 6.15, langsung menuju terminal Jombor, sebelumnya si sopir taxi menawarkan harga tour sebesar 150 rb rupiah untuk tour selama 8 jam, tetapi kau hanya tersenyum dan bilang "gak usah mas, antar saya saja ke terminal Jombong, biar nanti saya naik Bis"
dari terminal Jombor naik Bis Cemara Tunggal yang akan mengantar sampai Candi Borobudur. Masih pagi sekali, penumpang sepi. Sebelum berangkat Asti dan Sopir Taxi sudah memberitahuku, kalau tarif Jombor-Borobudur sebesar 7000 rupiah. Sialnya, ditengah jalan si kenek bis bertanya sesuatu dalam bahasa jawa, aku yang emang nggak ngerti , dan aku langsung saja mengatakan aku nggak ngerti. Karena alasan itu uang kembalian sebesar 3000 rupiah tidak dikembalikan padaku. Dengan gaya yang menyebalkan si kenek bis mengatakan
"Yang 7000 itu bagi bapak ibu penjual itu, mahasiswa atau orang yang memang setiap hari naik bis ini, lah kalau seperti mbak ini tarifnya 10000, mas yang didepan itu juga bayar 10000"
Berbekal pengalaman ini, ketika perjalanan pulang, aku membayar 7000 rupiah, dan langsung pura-pura tidur. Perjalanan dari Jombor ke borobudur sekitar 45 menit jika lancar.
Dari terminal Borobudur, kita bisa jalan kaki sepuluh menit, atau naik becak denagn membayar 5000 rupiah.
Jam masih menunjukkan pukul 07.00 pagi. belum terlalu ramai, tetapi sejumlah wisatawan sudah datang, tiket masuk candi borobudur sedikit lebih mahal dari Prambanan yaitu 22500 rupiah. Saat aku mengunjungi Borobudur, banyak terdapat perbaikan sedang dikerjakan, beberapa batu dilepas dari susunannya untuk dibersihkan. membuat perjalan sedikit terganggu.

Untuk solo traveler, menyewa seorang guide tentu sangat memberatkan kantong. Maka sejak dari Kraton di hari pertama aku menerapkan sistem "nebeng". Mengikuti rombongan yang jumlahnya cukup besar sehingga mereka tidak menyadari ada penyusup di dalamnya. dengan sistem ini, aku bisa mendengarkan cerita dari guide wisata tanpa keluar uang... yiipppieee...!!!. Seperti juga di borobudir ini. beebrapa kali aku menyelinap ke dalam rombongan tertentu utnuk mendengar cerita pemandu wisata mengenai candi ini.
Sebagai candi budha, tak terhitung banyaknya patung budha, tetapi sayang sebagian banyak yang sudah rusak, terutama kehilangan kepala, Disayangkan untuk warisan budaya semegah Candi Borobudur.

Tepat tengah hari, aku sudah kembali ke Yogya. Karena aku pergi tanpa itinerary, jadilah aku kelimbungan kemana lagi tujuan selanjutnya. Untungnya, ini di Yogya, yang di tempat wisata yang nggak pernah sepi. Di setiap halte Trans Yogya, ada informasi mengenai tempat wisata yang bisa dikunjungi, berikut transportasi yang bisa digunakan. Setelah membaca, dan memperkirakan tempat yang mungkin untuk dituju, aku putuskan untuk mengunjungi Kota Gede, Sentra Kerajinan Perak. Cukup dengan naik trans Yogya dari Malioboro denagn ongkos 3000 rupiah, turun di halte kehutanan, nyebrang dan Tampaklah Toko Perak yang cukup besar Tom's Silver yang menyambut kedatanganku

Toko perak dikawasan ini tidak ada putus-putusnya, setiap rumah yang berbaris menyatakan diri sebagai toko perak 925 yang artinya menjual perak dengan kemurnian 92,5%. Tetapi yang menjadi tujuan utamaku bukan tokonya, melainkan workshop untuk melihat bagaimana para pengrajin bisa menghasilkan produk yang katanya diekspor ke Jepang sampai ke Eropa. Tidak semua toko yang ada memilki workshop. tom's Silver memiliki workshop, namun saat aku datang mereka tengah beristirahat. Aku terus menyusuri kawasan ini hingga melihat plang MD silver yang memiliki workshop. Yang aku kagumi dari pengrajin disini adalah pada umumnya mereka sudah bekerja puluhan tahun. Di sini kita bisa membeli beragam jenis perhisan perak, jika perak 925 masih terlalu mahal, maka pemilik toko akan menaarkan produk imitasi,denagn harga yang sangat murah, akan tetapi jika ini masih mahal pun kita bisa mendapatkan pelajaran berharga tentang cara membuat benda seni tersebut.
Jam sudah menunjukkan pukul 17.30, ketika trans Yogya yang membawaku dari kota Gede tiba di sekitar Benteng Vredeberg, rupanya benteng masih buka dan pengunjung pun masih ramai. Sesuatu yang tidak akan kita dapatkan di Jakarta yang pada umumnya Museum atau semacamnya sudah tutup sejak pukul 3 sore. Hanya dengan 750 rupiah saja kita sudah bisa masuk ke dalam benteng ini. Benteng ini lumayan luas dan bersih serta asri dibandingkan dengan Museum Fatahillah di Jakarta. Didalamnya terdapat diorama seputar sejarah kota Yogya.







Posting Lebih Baru Posting Lama